tag:blogger.com,1999:blog-82277275471897918792024-03-13T10:03:12.030-07:00Kajian Ekonomi SyariahHiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-22346090728363989972012-06-12T21:05:00.002-07:002012-06-12T21:05:52.487-07:00congratulation atas terpilihnya saudara kita Tizar Ganjar Isepa as ketua BEM FAI periode 2011-2012 and saudara kita Deni Maulana as ketua BLM FAI periode 2011-2012 semoga dapat mengemban amanah yang di berikan dan lebih baik lagi..
semangka.. semangat kakak.. :DHiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-36260168010952482252012-01-10T00:09:00.001-08:002012-01-10T00:09:41.206-08:00Tuntunan Pergaulan Dalam IslamBy : Echa Moudhy<br />
<br />
1. Menjaga Pandangan<br />
“Katakan kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(QS.An Nur : 30).<br />
“Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, atau ayah suami mereka,atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.An Nur : 31).<br />
2. Menutup aurat secara sempurna<br />
“Hai nabi, katakan kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, hingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lahi Maha Penyanyang.”(QS.Al Ahzab:59).<br />
“Dari Abu Sa’id Radiallahuanhu, bahwasanya Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda : seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit sesama lelaki dalam satu selimut, begitu pula seorang perempuan tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama perempuan dalam satu selimut."(HR.Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhush Shalihin).<br />
3. Bagi wanita diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut suara di hadapan laki-laki bukan mahram<br />
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS.Al Ahzab:32).<br />
4. Dilarang Bagi Wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari<br />
“Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu, ia berkata : Rasulullah Sallahu Alaihi WA salam bersabda: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali bersama muhrimnya”(HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).<br />
Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2 halaman 542 mengemukakan : “Kaum muslimin memperbolehkan wabita sekarang keluar rumah untuk belajar di sekolah, di kampus, pergi ke pasar dan bekerja di luar rumah sebagai guru, dokter, bidan, dan pekerjaan lainnya asalkan memenuhi syarat dan mematuhi pedoman-pedoman syari’ah “(Menutup aurat, menjaga pandangan, dan lain-lain).<br />
5. Dilarang “berkhalwat”(berdua-duaan antara pria dan wanita di tempat yang sepi)<br />
“Dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalin bersuyi-sunyi dengan perempuan lainnya kecuali disertai muhrimnya.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).<br />
6. Laki-laki dilarang berhias menyerupai perempuan juga sebaliknya<br />
“Dari Ibnu Abbas RA. Ia berkata : Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka menyerupai kaum laki-laki” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).<br />
7. Islam menganjurkan menikah dalam usia muda bagi yang mampu dan shaum bagi yang tidak mampu<br />
“Wahai sekalin pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu nikah, maka nikahlah, sesungguhnya nikah itu bagimu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, naka jika kamu belum sanggup berpuasalah, sesunggunya puasa itu sebagai perisai”(HR.Muttafaaqun Alaihi).HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-9039110662126801412012-01-10T00:08:00.000-08:002012-01-10T00:08:33.153-08:00VALENTINE DAY, NO WAY !!By : Echa Moudhy<br />
Valentine day, yang jatuh pada tanggal 14 Februari sangat digandrungi remaja (bahkan remaja kolot juga). Dihari itu orang mencoba menunjukkan cintanya dengan saling mengirim kartu kepada anggota keluarga atawa orang-orang yang dikasihi. Yang dominan sich ucapan sayang ini ditujukan buat sang do’i alias pacar tea. Biasanya ungkapan kartunya sentimental berat, penuh rayuan gombal.<br />
Selain ngirim kartu, ada juga yang ngirim gift(hadiah),cupid(Boneka berbentuk anak kecil, kotak berhias kembang gula, gambar-gambar fantasi atau karangan bunga.And yang paling khas ngirim coklat berbentuk hati. Nggak cukup di sini, perayaan valentine day belum greng kalu nggak ngadain pesta dansa ria diiriingi lagu-lagu cinta.<br />
<br />
Definisi <br />
For sure sobat-sobat bisa nemuin definisi hari valentine di tiga tempat<br />
a. Open your Encyclopedia Americana volume XIII, page 464,”The date of the modern celebration, February 14, is believe to derive the execution of a Christian martyr, Saint valentine, on February14, 270.”Yang artinya : “ Tanggal 14 Februari itu adalah perayaan modern yang berasal dari hari dihukum matinya seorang martir atawa pahlawan Kristen, yaitu Santo Valentine pada tanggal 14 Februari 270 Masehi.” <br />
b. Kebet lagi Encyclopaedia Americana Volume XXVII halaman 860,”A day on wich lovers traditionally exchange affectionate messages and gifts. It observed on February 14, the date on wich Saint Valentine was martyred.” Indonesianye: Yaitu sebuah hari dimana orang yang sedang dilanda cinta secara tradisional saling mengirimkan pesan cinta dan hadiah-hadiah. Hari itu diperingati pada tanggal 14 Februari dimana santo Valentine mengalami martir (seseorang mati sebagai pahlawan karena mempertahankan kepercayaan atawa keyakinan).<br />
c. Bongkar lagi Encyclopaedia Britannica Volume XIV hlaman 949. “The Saint Valentine who is spoken as the apposite Rhaetia and venerated in Passau as its first bishop….”. “Santo Valentine yang disebutkan itu adalah seorang utusan dari Rhaetia dan dimuliakan di Passau sebagai uskup yang pertama.<br />
<br />
Sejarah Valentine day<br />
<br />
Dulu banget, di kota Roma pada abad ke-4 Sebelum Masehi, perayaan kasih sayang itu sudah ada. Tanggal dan bulannya tetap sama . Namun dulu perayaan tersebut bukan dinamakan hari valentine, karena perayaan hari kasih saying itu sebenarnya buat mengjhormati dewa mereka yang bernama Lupercus.<br />
Acara yang berbentuk upacara itu diselingi penarikan undian dalam rangka mencari pasangan. Dengan menarik gulungan kertas yang bertuliskan nama, para gadis mendapatkan pasangan lantas mereka menikah untuk jangka waktu setahun. Sesudah itu , mereka bisa ditinggalkan begitu saja. Dan kalau sudah sendiri, nereka menuliskan namanya untuk dimasukkan ke kotak undian lagi pada upacara tahun berikutnya. <br />
Kegiatan rutin seperti itu sudah dilakukan kurang lebih 800 tahun lamanya. Dan ketika Katolok mulai berkembang oada saat itu, para pemimpin gereja ingin turut andil dalam perayaan tersebut, sehingga untuk mensiasatinya, mereka mencari seorang santo (Orang suci untuk agama Katolik), sebagai pengganti dewa kasih sayang Lupercus. Mereka menemukan calon pengganti Lupercus yaitu Santo Valentine, seorang uskup yang tewas sebagai martir sekitar 200 tahun sebelum masa itu.<br />
Alasan untuk memilih Santo Valentine sebagai pengganti dewa Lupercus pada hari kasih sayang, memang nggak terlepas dari riwayat si Santo itu sendiri. Konon, ia dihukum mati Kaisat Claudius II karena melanggar dekritnya. Tahun 270, kekaisaran Roma memerlukan sejumlah tentara. Sang Kaisar megeluarkan dekrit yang melarang perkawinan. Sebab, dengan perkawinan, sang tentara dikuatirksn bakal nggak bersemangat dalam perang. Ia akan teringat terus keluarga yang ditinggalkan. Tapi uskup valentinea berusaha menolong pasangan yang sedang jatuh cinta dan ingin membentuk keluarga. Pasangan yang menikah lalu diberkati di tempat yang tersembunyi. Namun praktek itu akhirnya ketahuan juga. Lantas santo Valentine pun dihukum pancung.<br />
Karena dasar itulah sang santo dipilih menggantikan kedudukan dewa kasih sayangnya orang Roma, Lupercus. Karena menurut mereka, peranan Uskup Valentine kepada sang pencinta amat bear.<br />
Sesuai perkembangan, siasat pemimpiun gereja katolik itu nampaknya berhasil dengan sukses. Soalnya upacara kasih sayang tersebut jadi semacam rutinitas ritual yang bagi mereka kudu dirayakan. Dan untuk mencairkan kesan formalnya, mereka membungkusnya melalui hiburan-hiburan atau pesta-pesta yang pada saat itu nampaknya sudah amat sangat memprihatinkan. Karena dengan cara tersebut, banyak remaja-remaja yang terjebak pada pola perayaan awal hari kasih sayang. Seperti melakukan hubungan seks sesuka hatinya. Gonta-ganti pasangan semaunya. Semua yang mereka lakukan itu sebenarnya bukan lagi didasari oleh kasih sayang, akan tetapi hawa nafsu belaka.<br />
Valentine dalam kacamata Islam<br />
Sebagai generasi muslim yang intelek, kita harus kritis daslam melihat suatu pesoalan, nggak level dong k-lo cuma ikut-ikutan aja. First kita harus tahu dulu gimana agama memandangnya, apa sich untung ruginya secar akal?. Termasuk tuk masalah yang satu ini, yuxs kita kupas with smart thingking. <br />
Yang namanya cinta adalah fitrah dan anugerah yang diberikan Allah tuk manusia. Rasulullah juga menganjurkan kita untuk memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada sesama manusia. Hanya saja , pengertian cinta dan kasih sayang yang dianjurkan Rasulullah bukan seperti perayaan hari valentinan yang cenderung memfokuskan cinta pada lawan jenis and cenderung mengumbar hawa nafsu. Akan tetapi kasih sayang yang esensinya lebih hakiki. Seperti kasih sayang kepada ortu, adik, kakak, isteri atau suami, en saudara sesama muslim. Nggak cuma segitu, kamu bahkan harus menyayangi hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan. Pokoke kasih sayang seorang mulim tuh sungguh komplit!.<br />
K-lo kita tarik garis lurus dari sejarah yang udah kita kupas tadi, sebenarnya valentinan itu merupakan bagian dari acara keagamaan umat nasrani. Bagi kita umat Islam, melibatkan simpati terhadap kegiatan dan perayaan agama lain dibatasi kedalamannya. Bahkan k-lo bersandar pada pedoman aqidah yang hakiki, kita musti tegas pada prinsip. Bagimu agamamu, bagiku agamaku (Coba buka Surat Al-kafiruun di Al-Qur’an).Dan inget nih nasihat Rasulullah SAW buat kita-kita :<br />
“Barang siapa meniru suatu kaum , maka ia termasuk kaum itu.” (HR. abu Daud, dan sanadnya diperkua ole Ibnu Taimiyah). <br />
So, generasi muda muslim jelas menolak! Menolak bukan berarti memusuhi, melecehkan atau mengucilkan. Bukan. Bagaimanapun Islam menekankan toleransi antar pemeluk beragama. Hanya bukan dengan dalih toleransi kita ikut merayakan kepercayan agama lain.Jadi, kita yang muslim nggak boleh turut ngeramein valentine?. K-lo kamu sangat menghargai nilai keimanan dan bercermin pada aqidah, mendingan nggak usah deh dipikirin. Lagian ngapaimn pula kasih sayang dipestain segala. Sebelum sang pastur Valentine dipenggal batang lehernya, ajaran Allah SWT from Adam AS to Muhammad SAW sudah mengutamakan konsep kasih sayang dalam liku-liku syi’arnya. Kasih sayang akan tetap berpijar di nurani apabila tertanam apabila tertanam nawaitu yang ikhlas. Terpelihara selamanya. Jadi, bukan hanya ‘hidup’ atau ‘dihidupkan’ untuk satu hari saja. Yang divisualisasikan dengan bermacam-macam cara meriah yang cenderung hura-hura. Tak jarang perayaan valentine ini diselewengkan untuk hal-hal berbau negatif en maksiat. Eh, kesannya nih, sehabis bervalentine, kasih sayang yang semula diagungkan itu bakal terlupakan atau dilupakan. Wah, bukannya itu sebuah kamuflase? Sebuah kasih saying tanpa akar keikhlasan. Sayang sekalee…<br />
And untuk masalah cinta ini nggak bakalan ada deh yang nandingin Rasulullah SAW. Why? Beliau tuh begitu mencintai kita sebagai umatnya dan ingin sekali melepaskan kita dari siksa abadi di neraka. Beliau rela berkorban apa saja untuk berda’wah menyelamatkam umatnya. Tulusnya kasih saying beliau kepad kita sampai diabadikan Allah dalam Al-Qur’an Surat At-taubah 128 : “Sesungguhnya telah dating kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sanat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-65675683694166746932012-01-10T00:05:00.001-08:002012-01-10T00:05:43.127-08:00PERGAULAN ANTARA MUDA-MUDI (LAWAN JENIS)Di bawah ini diuraikan beberapa aturan Islam berkaitan dengan masalah pergaulan muda-mudi, antara lain :<br />
1. Menjaga Pandangan<br />
QS. An-Nur : 30-31<br />
“Tidaklah seorang Muslim sedang melihat keindahan wanita kemudian ia menundukkan pandangannya, kecuali Allah akan menggantinya dengan ibadah yang ia dapatkan kemanisannya.” (HR. Ahmad)<br />
<br />
“Semua mata pada hari kiamat akan menangis, kecuali mata yang menundukkan atas apa yang diharamkan oleh Allah, mata yang terjaga di jalan Allah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah.” (HR. Ibnu Abi Dunya)<br />
<br />
2. Menutup Aurat secara Sempurna<br />
QS. Al-Ahzab : 59, QS.An- Nur : 31<br />
“Hai Asma, sesungguhnya perempuan itu apabila telah sampai umur/dewasa, maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan ini. Rasulullah berkata sambil menunjukkan kepada muka dan telapak tangan hingga peregelangannya sendiri.” (HR. Abu Dawud dan Aisyah)<br />
<br />
”Dari Abu sa’id RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama lelaki, begitu pula seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit sesama lelaki dalam satu selimut, begitu pula seorang perempuan tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama perempuan dalam satu selimut.” (HR. Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhush Shalihin)<br />
<br />
3. Bagi wanita diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut suara dihadapan laki-laki bukan mahram. (QS. Al-Ahzab : 32)<br />
<br />
4. Dilarang bagi wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari.<br />
“ Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali bersama mahramnya.”<br />
(HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadush Shalihin)<br />
<br />
5. Dilarang “berkhalwat” (berdua-duaan antara pria dan wanita)<br />
“Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalian bersunyi-sunyi dengan perempuan, kecuali disertai muhrimnya.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadush Shalihin)<br />
<br />
6. Laki-laki dilarang berhias menyerupai perempuan, juga sebaliknya.<br />
“Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : “Rasulullah SAW mwlaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka menyerupai kaum laki-laki.” (HR. Bukhari dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadush Shalihin)HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-61844190626678246632012-01-10T00:04:00.000-08:002012-01-10T00:04:37.705-08:00ADAB BERPAKAIAN, PAKAIAN DAN AURAT BAGI MUSLIMTIK: 1. Adik memahami tentang adab berpakaian dalam Islam<br />
2. Adik mengetahui urgensi menutup aurat<br />
3. Adik termotivasi untuk mengaplikasikannya mengenai busana yang sesuai syar’i<br />
<br />
A. ADAB BERPAKAIAN<br />
<br />
Do’a Berpakaian dan Membuka Pakaian<br />
Allahumma innii asaluka min khoirihi wa khoiri maa huwa lahu, wa a’uudzubika min syarrohi wa syarro maa huwa lahu<br />
”wahai Allah, aku memohon kepada-Mu kebajikan pakaian ini dan kebajikan yang disediakan baginya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan sesuatu yang dibuat untuknya.” (HR. Ibnu Sunni)<br />
<br />
B. PAKAIAN DAN AURAT BAGI MUSLIM<br />
<br />
“Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain wanita.” (HR. Bukhari Muslim)<br />
Adalah sebuah kenyataan, bahwa bagi setiap laki-laki, daya tarik seorang wanita ibarat tipu daya yang tidak bisa dianggap enteng. Dalam surat Yusuf ayat 28, Zulaikha disebutkan memiliki tipu daya yang besar (inna kaida kunna ‘adzhim). Bandingkan dengan sebutan yang Allah SWT berikan untuk tipu daya syaithan, “… sesungguhnya tipu daya syaithan itu adalah lemah.” (QS. An-Nisaa’ : 76) Coba bayangkan !!!<br />
Seorang wanita dapat menjelma menjadi sosok-sosok yang mulia, cerdas, dan terhormat. Dan tentu untuk menjadi sosok yang demikian, tentu Sang Kholiq-lah yang paling tahu bagaimana caranya. Dan jilbab adalah sebuah resep sederhana yang dapat mengangkat derajat wanita.<br />
<br />
“ … hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Qhzab : 59)<br />
<br />
Jilbab bukanlah seperangkat asesoris, atau sekedar mode busana yang aturan pakainya dapat diatur sesuai selera si pemakai. Jilbab adalah sebuah simbol penghambaan diri seorang Muslimah terhadap ketentuan Rabb-Nya, sebuah pengakuan bahwa Allah azza wa jalla berhak sepenuhnya mengatur kehidupannya. Memiliki niat baik memang tak berarti luput dari godaan syaithan. Karena syaithan begitu lihai melihat celah yang bisa ia susupi untuk menipu manusia. Dengan tipu dayanya, seorang manusia dapat memandang baik sebuah perbuatan yang sebenarnya buruk dimata allah SWT.<br />
“Dan ketika syaithan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka …” (QS. Al-Anfal : 48)<br />
Kriteria yang wajib dipenuhi oleh busana Muslimah dalam kitab Fiqh Wanita, karangan Ibrahim Muhammad Al-Jamal adalah :<br />
1. Menutupi seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan<br />
“Hai Asma, sesungguhnya perempuan itu apabila telah sampai umur/dewasa, maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan ini. Rasulullah berkata sambil menunjukkan kepada muka dan telapak tangan hingga peregelangannya sendiri.” (HR. Abu Dawud dan Aisyah)<br />
2. Tidak ketat sehingga masih menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.<br />
3. Tidak tipis temaram sehingga warna kulit masih bisa dilihat.<br />
4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki<br />
“Nabi SAW melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu dawud dan Nasa’I)<br />
5. Tidak berwarna mencolok sehingga menarik perhatian orang<br />
6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir<br />
7. Dipakai bukan dengan maksud memamerkannya.<br />
“ Siapa saja yang meniru-niru perbuatan suatu kaum, berarti dia telah menjadi pengikutnya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)<br />
Selain kriteria di atas, perlu diingat bahwa pemakaian kerudung harus sampai menutup dada. Hal ini disebutkan secara gamblang dalam surat An-Nuur : 31,<br />
“… dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya.” <br />
<br />
<br />
Maroji’ :<br />
1. Kepada Ukhti Muslimah, Kelompok Studi Islam Al-Ummah, Jakarta<br />
2. Majalah al-Izzah, Kolom Nisaa’, April 2001 <br />
3. Haya binti Mubarok Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Darul FalahHiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-74537947810021899452011-12-19T18:08:00.000-08:002011-12-19T18:08:14.384-08:00Dasar-dasar Pengenalan WirausahaOleh : Pertiwi Alifiani<br />
<br />
1. Hakikat Kewirausahaan<br />
Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru.<br />
<br />
Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawan pun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980).<br />
<br />
Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997) Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001).<br />
<br />
Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.<br />
<br />
Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:<br />
• Pengembangan teknologi baru (developing new technology)<br />
• Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)<br />
• Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services)<br />
• Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources)<br />
<br />
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.<br />
<br />
Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya Kewirausahaan, yaitu:<br />
• Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)<br />
• Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)<br />
• Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.<br />
• Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959)<br />
• Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)<br />
• Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.<br />
<br />
<br />
<br />
2. Pengertian Kewirausahaan<br />
Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007 : 18).<br />
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:<br />
1.Entrepreneurship Center at Miami University of Ohio <br />
Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian.<br />
2.Zimmerer <br />
Kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha).<br />
3.Joseph Schumpeter (1934)<br />
Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk :<br />
Memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru,<br />
Memperkenalkan metoda produksi baru,<br />
Membuka pasar yang baru (new market),<br />
Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau<br />
Menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya. Penrose (1963) Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan. <br />
Kesimpulan dari kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.<br />
<br />
3. Alasan Berwirausaha<br />
Kewirausahaan muncul dipicu oleh kondisi wirausaha (internal), keluarga, komunitas, bangsa maupun kondisi suatu Negara. Dorongan apa yang menyebabkan kewirausahaan (tumbuhnya para wirausaha¬wan) dalam sebuah komunitas, bangsa maupun dalam suatu Negara. Ada beberapa faktor yang mendorong kewirausahaan (Zimmerer, and Scarborough, 1998):<br />
1. Wirausahawan sebagai pahlawan.<br />
Seorang yang sudah tanggung jawab sendiri, keluarga dan masyarakat pada umumnya akan terdorong untuk melakukan peningkatan kehidupan. Desakari dan kemampuan dalam diri wirausaha untuk mampu menghidupi diri sendiri, keluarga, karyawan dan peran aktif didalam masyarakat akan memunculkan kebanggaan dalam diri wirausaha. Keinginan untuk menjadi pionir dalam bidang tertentu akan mendorong menculnya wirausaha.<br />
2. Pendidikan kewirausahaan.<br />
Pergeseran mitos entrepreneurs are born, not made” menjadi : entre¬preneurs has a disciplines, model, processes and can be learned” menunjukkan bahwa kewirausahaan mampu dipelajari dan di¬praktikan tanpa wirausaha tersebut berasal dari keturunan seorang wirausaha. Munculnya beberapa institusi pendidikan yang ber¬fokus atau berkonsentrasi pada ilmu kewirausahaan merupakan bukti minat masyarakat terhadap kewirausahaan.<br />
3. Faktor ekonomi dan kependudukan.<br />
Berkembangnya sikap kemandirian dan perbaikan ekonomi secara umum akan menggerakan wirausaha dalam menghasilkan barang maupun jasa yang dibutuhkan masyarakat. Pada masa kini dan mendatang tidak ada batasan dalam berusaha, tidak peduli je¬nis kelamin, umur, ras status sosial, siapapun dapat sukses apabila mereka mampu berusaha dan sukses dengan baik dengan memi¬liki usaha.<br />
4. Pergeseran ke ekonomi jasa.<br />
Kemajuan dibidang produksi barang memiliki kecenderungan naiknya jumlah barang yang ada di pasar. Kondisi tersebut akan memicu munculnya usaha memasarkan barang tersebut ke kon¬sumen, sehingga memiliki kecenderungan meningkatnya usaha jasa pemasaran barang.<br />
5. Gaya hidup bebas, peluang internasional dan kemajuan teknolo¬gi.<br />
Create new and different, kreativitas dan keinovasian sebagai landasan kewirausahaan akan muncul apabila seorang memiliki kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Peluang internasional didukung oleh kemajuan teknologi akan memunculkan peluang untuk menciptakan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas (internasional). Dibukanya peluang internasional akan memunculkan transfer manusia, teknologi, barang dan jasa yang memungkinkan wirausaha menciptakan barang dan jasa ke pasar yang berbeda.<br />
<br />
4. Belenggu Kewirausahaan<br />
Ada tiga belenggu yang menurut Om Bob dapat menghambat kita: <br />
• Belenggu Rasa Takut. Ini belenggu yang sangat kuat mencengkeram kita, seperti takut gagal, takut miskin, takut ditolak, dsb. Ini faktor penghambat yang sangat kuat dan harus dipatahkan.<br />
• Belenggu Harapan. Kadang kita berharap terlalu banyak, sehingga malah menjadi belenggu bagi diri sendiri. Belum-belum sudah berharap banyak, dan akhirnya kecewa karena harapan nya tidak tercapai. Dengan membebaskan diri dari harapan, maka Anda akan bebas dari kekecewaan. Menurut saya ini prinsip “detachment” (tidak melekat pada hasil) yang juga sangat dianjurkan oleh Deepak Chopra. <br />
• Belenggu Jalan Pikiran. Ini yang sering menghinggapi “anak sekolahan”, yang terbelenggu oleh jalan pikirannya sendiri, sementara realitas di kehidupan masyarakat jauh dari teori yang pernah dipelajari.HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-56030847252998035232011-12-19T18:05:00.000-08:002011-12-19T18:05:10.517-08:00Konsep Investasi Dalam IslamOleh : Dept. Pendidikan HIMA EKIS Universitas Siliwangi <br />
Dengan absennya bunga dalam perekonomian, hubungan investasi dan tabungan dalam perekonomian Islam tidak sekuat seperti yang ada dalam konvensional. Dalam konvensional hubungan investasi dan tabungan dihubungkan oleh peran bunga dalam perekonomian. Sehingga bunga menjadi indicator fluktuasi yang terjadi di investasi dan tabungan. Ketika bunga (bunga simpanan dan bunga pinjaman) tinggi maka kecenderungan tabungan akan meningkat, sementara investasi relatif turun. Begitu sebaliknya, ketika bunga rendah, maka tabungan akan menurun dan investasi akan meningkat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dalam aktivitas tabungan dan investasi dalam konvensional didominasi oleh motif keuntungan (returns) yang bisa didapatkan dari keduanya.<br />
<br />
Sedangkan dalam perspektif ekonomi Islam, investasi bukanlah melulu bercerita tentang berapa keuntungan materi yang bisa didapatkan melalui aktivitas investasi, tapi ada beberapa faktor yang mendominasi motifasi investasi dalam Islam. Pertama, akibat implementasi mekanisme zakat maka asset produktif yang dimiliki seseorang pada jumlah tertentu (memenuhi batas nisab zakat) akan selalu dikenakan zakat, sehingga hal ini akan mendorong pemiliknya untuk mengelolanya melalui investasi. Dengan demikian melalui investasi tersebut pemilik asset memiliki potensi mempertahankan jumlah dan nilai assetnya. Berdasarkan argumentasi ini, aktifitas investasi pada dasarnya lebih dekat dengan prilaku individu (investor/muzakki) atas kekayaan atau asset mereka daripada prilaku individu atas simpanan mereka. Sejalan dengan kesimpulan bahwa sebenarnya ada perbedaan yang mendasar dalam perekonomian Islam dalam membahas prilaku simpanan dan investasi, dalam Islam investasi lebih bersumber dari harta kekayaan/asset daripada simpanan yang dalam investasi dibatasi oleh definisi bagian sisa dari pendapatan setelah dikurangi oleh konsumsi.<br />
<br />
Kedua, aktivitas investasi dilakukan lebih didasarkan pada motifasi social yaitu membantu sebagian masyarakat yang tidak memiliki modal namun memiliki kemampuan berupa keahlian (skill) dalam menjalankan usaha, baik dilakukan dengan bersyarikat (musyarakah) maupun dengan berbagi hasil (mudharabah). Jadi dapat dikatakan bahwa investasi dalam Islam bukan hanya dipengaruhi factor keuntungan materi, tapi juga sangat dipengaruhi oleh factor syariah (kepatuhan pada ketentuan syariah) dan factor sosial (kemashlahatan ummat).<br />
<br />
Melihat praktek ekonomi kontemporer, definisi investasi cenderung meluas dari definisi orisinilnya. Definisi investasi kini juga digunakan dalam menggambarkan aktivitas penanaman sejumlah capital dalam pasar keuangan konvensional, dimana aktivitasnya berbeda jauh dengan maksud yang terkandung dalam kata investasi itu sendiri yang biasa digunakan dalam sector riil.[1]<br />
<br />
Masuk pada makna investasi di sector keuangan tentu aktivitas ini lebih dekat dengan motivasi spekulasi dan capital gain. Prilaku investasi seperti ini tentu akan memberikan wajah atau corak ekonomi yang berbeda, bahkan konsekwensi terhadap interaksi dalam mekanisme ekonomi juga akan sangat berbeda dengan sistem ekonomi non-spekulasi (syariah). Dan yang pasti teori-teori yang terbangun dari analisa prilaku dan kecenderungan dalam mekanisme perekonomian konvensional tentu akan berbeda dengan perekonomian Islam (atau bahkan bertolak belakang). Jadi perlu ditegaskan kembali, bahwa dalam perekonomian Islam spekulasi dalam segala bentuknya atau menanamkan dana atas motif profit atau return dalam bentuk bunga (interest rate) bukanlah investasi!<br />
<br />
Selanjutnya melihat segmentasi masyarakat Islam, maka golongan masyarakat yang aktif melakukan aktifitas investasi adalah golongan masyarakat muzakki. Golongan masyarakat ini memiliki potensi melakukan investasi akibat sumber daya ekonominya berlebih setelah memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan untuk berjaga-jaga. Investasi ini tentu akumulasi dan perannya dalam perekonomian secara makro sangat besar. Dengan berfungsinya sistem zakat dan dilarangnya riba serta spekulasi, maka akumulasi dana besar yang dimiliki oleh golongan muzakki akan ditransfer menjadi investasi, sebagai reaksi untuk menghindari risiko berkurangnya harta mereka akibat kewajiban zakat dan motif ingin menjaga atau bahkan menambah jumlah kekayaan (harta) para muzakki. Berarti akumulasi investasi tersebut akan terus berputar dan berputar. Dengan begitu tingkat velocity akan terjaga atau bahkan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah akumulasi investasi.<br />
<br />
Jadi dapat disimpulkan investasi dalam Islam ditentukan oleh beberapa variabel yang diantaranya adalah ekspektasi keuntungan pada sebuah projek, pendapatan dan kondisi perekonomian (bukan oleh tingkat bunga yang selama ini dikenal dalam teori ekonomi konvensional[2]).<br />
<br />
Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab tabungan, warga non-muslim yang memiliki kelebihan uang atau harta (idle money) tidak diberi kesempatan oleh sistem untuk bisa menanamkannya dalam pasar keuangan karena pasar tersebut tidak ada (no interest rate and speculative transaction). Pasar keuangan dalam arti konvensional tentunya. Sehingga kelebihan uang atau harta dari warga non-muslim akan mengalir pada aktifitas investasi.<br />
<br />
Pembahasan prilaku tabungan dan investasi dalam perspektif Islam ini akan menjadi salah satu landasan dalam pendefinisian dan pengembangan sistem moneter Islam. Karena prilaku tabungan dan investasi dalam Islam jelas sekali berbeda dengan apa yang diyakini dalam ekonomi konvensional.<br />
<br />
Menggunakan definisi dan mekanisme investasi yang telah disebutkan diatas, maka investasi menjadi sektor yang tidak kalah penting dalam perekonomian. Sector inilah yang menjelaskan bagaimana kegiatan ekonomi riil dapat bergerak melalui penyediaan instrument-instrumen investasi dan preferensi golongan pemilik modal untuk menggunakan dananya. Realisasi investasi tentu saja ditentukan oleh dua kekuatan pasar, yaitu penawaran investasi dan permintaan investasi.<br />
<br />
Apa yang menjadi objek penawaran dan permintaan investasi? Jawaban dari pertanyaan ini menjadi sangat penting dalam memahami konsep investasi, dimana konsep ini secara berulang dan intens dibahas pada bab – bab selanjutnya dalam buku ini. Secara sederhana yang menjadi objek dari pasar investasi adalah projek – projek investasi, yang menunjukkan berapa besar realisasi aktifitas usaha yang dilakukan oleh pemilik modal untuk memproduksi barang dan jasa. Merekalah, pemilik modal, yang menjadi inisiator wujudnya usaha – usaha yang menyediakan kebutuhan atau permintaan akan barang dan jasa. Namun dalam aktifitas pasar selama ini, ternyata terdapat segolongan pelaku ekonomi yang ingin ikut secara keuangan dalam proses usaha tersebut. Bahkan tak jarang keberadaan mereka menjadi urgen menentukan perkembangan kuantitas usaha (bisnis) yang ada, disamping memang inisiator tidak mampu memenuhi skala ekonomi dan produksi yang diinginkan oleh pasar, hal ini wujud akibat nature aktifitas ekonomi yang sejak dulu tidak pernah lepas dari kerangka kerjasama yang menguntungkan melalui proses sharing baik risiko, untung maupun rugi.<br />
<br />
Pada aplikasinya, keseimbangan keduanya kemudian akan membentuk tingkat ekspektasi keuntungan (expected return) pada pasar investasi. Keterlibatan pemilik modal (yang membentuk permintaan investasi) yang menanamkan dananya dalam projek investasi pada gilirannya akan membentuk informasi pasar tentang ekspektasi keuntungan dalam berusaha.[3]<br />
<br />
[1] Dalam aplikasi investasi sector riil konvensional juga lazimnya memang berbeda dengan aplikasi syariah. Di konvensional aktifitas investasi lekat dengan konsep bunga dimana setiap investasi yang terjadi diasumsikan selalu berakhir untung (positif). Investasi konvensional tidak mengakomodasi kemungkinan rugi. Berbeda dengan syariah, system ini menggunakan konsep bagi hasil dimana asumsi dasarnya adalah kefitrahan usaha yang dapat untung dan dapat pula rugi.<br />
[2] Hubungan investasi dengan tingkat bunga ini bukannya tak memiliki kelemahan, fungsi I = Io – gi sudah banyak dianalisa dan diungkapkan kelemahan-kelemahannya oleh pakar-pakar ekonomi konvensional itu sendiri. Dan bahkan beberapa pakar memiliki bukti empiris atau kesimpulan dalam beberapa artikel ilmiah mereka bahwa hubungan investasi dan tingkat bunga sangatlah lemah.<br />
[3] Perlu diakui bahwa konsep pasar investasi ini perlu dikaji lebih mendalam relevansi dan kemapanan teorinya, namun penulis mengharapkan konsep ini mampu menjadi referensi pengembangan selanjutnya atau bahkan menjelaskan beberapa hal dalam hipotesa – hipotesa fenomena ekonomi Islam, baik prilaku ekonomi pada skala mikro maupun kecenderungan system pada skala makro. <br />
<br />
<br />
Penawaran projek investasi dalam perspektif Islam secara garis besar bersumber dari investasi yang inisiatifnya berasal dari sektor swasta (Ip), pemerintah (Ig) dan social (Iso). Dari sector swasta, pelaku ekonomi akan memulai usaha dengan ekspektasi keuntungan yang mereka perhitungkan pada masa yang akan datang. Berapapun tingkat ekspektasi keuntungan sepanjang keuntungan tersebut tidak negative (≥ 0), maka seorang pengusaha akan melakukan usaha bisnis. Dengan kata lain inisiatif atau preferensi usaha seorang pelaku bisnis tidak terpaku pada tingkat keuntungan tertentu.[1] Disamping itu ada juga investasi yang ditawarkan oleh pemerintah (Ig), dengan karakteristik investasi yang lebih pada pembangunan infrastruktur atau fasilitas – fasilitas publik. Atau tidak jarang pada investasi di sektor-sektor sumber daya ekonomi yang vital bagi negara, seperti minyak dan gas bumi, pembangkit listrik, informasi dan lain-lain. Selain itu investasi juga dapat berasal dari masyarakat itu sendiri melalui mekanisme sosial Islam (Iso). Dalam hal ini instrumen sosial Islam yang sangat lekat dengan investasi sosial adalah instrumen wakaf. Peran dan fungsi wakaf secara umum adalah sebagai sumber investasi sosial bagi masyarakat. Investasi sosial tersebut meliputi pengadaan pelayanan medis (klinik, puskesmas, obat murah dan lain-lain), tempat ibadah, jembatan, sekolah dan lain sebagainya. Keberadaan wakaf betul-betul merupakan inisiatif masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan tingkat keimanan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, penawaran investasi dapat digambarkan dengan menggunakan model investasi sebagai berikut:<br />
<br />
Is = Ip + Ig + Iso<br />
<br />
Penawaran investasi ini bersifat autonomous, dimana besarnya relatif tidak tergantung pada keuntungan ekspektasi (expected return – Er). Hal ini mengakibatkan gambaran kurva penawaran investasi menjadi vertikal, yang bermakna berapapun perubahan ekspektasi keuntungan tidak membuat jumlah penawaran investasi berubah. Jumlah penawaran investasi lebih disebabkan inisiatif pelakunya yaitu pelaku bisnis, pemerintah dan sektor sosial.<br />
<br />
Sementara itu permintaan investasi cenderung terdiri atas dua komponen. Yang pertama komponen investasi autonomous (Io) yang tidak tergantung pada variabel lain, boleh jadi komponen ini ada akibat preferensi investor untuk berinvestasi dengan motif bersifat individual (keinginan diri sendiri - Iriil) dan sosial (amal shaleh – Iamal shaleh). Permintaan akan investasi sosial ini pula yang kemudian menimbulkan respon adanya penawaran projek – projek investasi bersifat sosial.<br />
<br />
Sedangkan yang kedua investasi yang tergantung pada besar kecilnya ekspektasi keuntungan. Investasi ini muncul disebabkan oleh kecenderungan pemilik modal ingin mempertahankan (termasuk menambah) tingkat kekayaan yang mereka miliki, karena pada tingkat kekayaan tertentu para investor yang notabene adalah muzakki akan terekspose oleh risiko zakat. Artinya zakat akan mengurangi jumlah kekayaan mereka ketika kekayaan mereka mencapai atau melebihi jumlah tertentu (nishab). Oleh sebab itu, sebagai tindakan balik dalam rangka mempertahankan tingkat kekayaanya, maka seorang investor/muzakki memiliki pilihan yaitu memberdayakan kekayaannya untuk memperoleh keuntungan atau menambah kekayaan mereka. Dalam perspektif lain penggunaan kekayaan investor/muzakki sebenarnya adalah membuka peluang individu lain untuk memperoleh manfaat dari kekayaan mereka. Seperti mereka yang tidak memiliki modal tapi memiliki keahlian dalam berbagai usaha bisnis atau ekonomi. Dengan demikian, model permintaan investasi dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:<br />
<br />
Id = Io + h(Er)<br />
<br />
Dimana:<br />
h = sensitifitas permintaan terhadap Er<br />
Io = kW + lW; k + l = 1, atau<br />
Io = Iriil + Iamal shaleh<br />
<br />
Dimana:<br />
Iriil = kW<br />
Iamal Shaleh = lW<br />
k = bagian kekayaan yang diinvestasikan bermotif pribadi<br />
l = bagian kekayaan yang diinvestasikan bermotif sosial<br />
W = kekayaan (Wealth)<br />
<br />
Pada sisi permintaan investasi, keikutsertaannya kelompok pemilik modal tergantung pada keberadaan usaha yang telah ada dipasar, dimana mereka menempatkan sebagian modalnya (uang) pada usaha yang ada, sehingga besar – kecil jumlah investasi atau penanaman modal mereka pada projek investasi tergantung pada besar – kecil ekspektasi keuntungan yang ada. Semakin besar ekspektasi keuntungan, maka akan semakin besar permintaan terhadap projek investasi tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika ekspektasi keuntungan kecil, maka permintaan projek investasi pun akan turun. Seberapa besar penurunan permintaan investasi sangat tergantung pada tingkat sensitifitas permintaan tersebut terhadap pergerakan naik – turunnya ekspektasi keuntungan (h).<br />
<br />
Dari interaksi keduanya, keseimbangan antara permintaan dan penawaran investasi membentuk atau menentukan ekspektasi keuntungan dipasar (investasi). Dari aktifitas investasi inilah kemudian mampu menjelaskan dukungan sektor ini terhadap aktifitas ekonomi riil di pasar barang dan jasa. Oleh karena aktifitas investasi merupakan aktivitas dominan dalam pasar modern saat ini, akan sangat beralasan memasukkan sektor ini dalam penjelasan keseimbangan umum ekonomi Islam. Pada bab – bab selanjutnya pembahasan sektor investasi ini akan semakin detil dijabarkan. Karena membahas sektor keuangan Islam tidak mungkin dijelaskan menggunakan model seperti apa yang konvensional miliki, sehingga diperlukan model yang yang sejalan dengan nilai-nilai moral dan ketentuan – ketentuan hukum syariah Islam.<br />
<br />
Nilai – nilai moral berikut ketentuan – ketentuan hukum syariah Islam dapat dilihat modelnya atau realisasinya jika ia diwujudkan dalam prilaku – prilaku ekonomi. Dan sebenarnya proses memadankan prilaku ekonomi manusia dengan nilai moral dan ketentuan hukum syariah Islam inilah yang merupakan titik krusial dalam teori prilaku ekonomi Islam. Proses tersebut bahkan sewajarnya menjadi asumsi dasar atas bangunan teori ekonomi Islam. <br />
<br />
<br />
[1] Hal ini terjadi juga atas asumsi bahwa individu yang memahami nilai – nilai Islam melakukan inisiatif usaha, selain mempertimbangkan tingkat keuntungan tapi juga melihat kemashlahatan yang bias diberikan kepada individu lain disekitarnya. Mungkin dengan tingkat keuntungan sama dengan 0 pun seorang pelaku bisnis akan memulai usahanya jika pada saat yang sama ia merasa akan banyak keuntungan yang diambil oleh lingkungannya.HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-71085430872581925072011-12-19T18:02:00.001-08:002011-12-19T18:02:27.702-08:00Dasar-dasar Ekonomi IslamOleh : Echa Moudhy<br />
Islam merupakan satu-satunya agama yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan alam semesta, tak ada yang tidak diatur dalam Islam, termasuk masalah kehidupan ekonomi, Islam mempunyai aturan tersendiri tentang ekonomi, yang sekarang kita kenal dengan Ekonomi Islam.<br />
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan Islam yang bersumber dari al_Qur’an dan as-Sunnah. Dalam al-Qur’an dan as-Sunah banyak sekali ayat dan hadits yang membahas bagaimana seharusnya manusia berperilaku dalam kehidupan ekonominya, sehingga bisa berperilaku dengan baik dan benar tanpa merugikan orang lain dalam menjalankan kehidupan ekonominya, karena dalam Ekonomi Islam ada beberapa sifat yang ditekankan, yaitu, kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kebebasan (free will), dan tanggungjawab (responsibility).<br />
<br />
Tujuan Ekonomi Islam<br />
Tujuan ekonomi Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, keutamaan, kesejahteraan serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan dan kerugian pada seluruh makhluk ciptaan Allah, yang pada intinya tujuan ekonomi Islam adalah membantu manusia untuk mencapai kemenangan didunia maupun di akhirat.<br />
Tujuan ini berbeda dengan tujuan Ekonomi Konvensional yang pada umumnya hanya mementingkan kemenangan didunia saja, tanpa memperhatikan kepentingan akhirat. Jadi dengan adanya Ekonomi Islam, harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.<br />
<br />
Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam<br />
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu diantaranya, (1).Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. (2).Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. (3).Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. (4).Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. (5).Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. (6).Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. (7).Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). (8).Islam melarang riba dalam segala bentuk.<br />
<br />
Jadi ringkasnya Ekonomi Islam merupakan suatu system ekonomi yang diatur langsung oleh Allah dan dicontohkan oleh Rosulullah yang dijelaskan didalam al-Qur’an dan as-Sunah. Dengan menjalani system Ekonomi Islam perilaku manusia dalam menjalani kehidupan ekonominya akan sesuai dengan apa yang diatur oleh Allah dan dicontohkan oleh Rosulullah, selain itu manusia akan mendapatkan keuntungan ganda, yaitu keuntungan di dunia dan keuntungan di akhirat, karena Ekonomi Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang mempunyai nilai ibadah. Tidakkah anda tertarik akan keuntungan yang akan kita dapatkan itu ?. (Redaksi)HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-6269497161292932112011-12-19T17:58:00.000-08:002011-12-19T17:58:27.097-08:00APLIKASI MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH DALAM PERBANKAN SYARI‟AHOleh: Drs. Najamuddin, SH.,MH.<br />
(Ketua Pengadilan Agama Simalungun)<br />
I. Pendahuluan<br />
Salah satu perkembangan baru dalam dunia ekonomi di Indonesia adalah tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi Islam. Satu di antaranya adalah perbankan Islam atau perbankan syari‟ah. Berdasarkan huruf a Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU No. 3 Tahun 2006), perkara bank syari‟ah termasuk kewenangan Pengadilan Agama.<br />
“Secara akademik, istilah Islam dengan syari‟ah mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan bank syari‟ah mempunyai pengertian yang sama”.[1]” Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari‟at Islam”. Dari rumusan tersebut dipahami bahwa usaha pokok bank syari‟ah adalah mengadakan transaksi-transaksi dan produk-produk bank yang Islami, yakni yang terhindar dari riba, terhindar dari transaksi-transaksi bathil, juga terhindar dari prinsip-prinsip kezhaliman. Oleh karena itu, yang dimaksud bukan sekedar meng-arabkan istilah-istilah perbankan, tetapi lebih dari itu harus sejalan dengan prinsip-prinsip syari‟ah dimaksud.<br />
Di antara bentuk-bentuk transaksi usaha dalam Islam adalah musyarakah dan mudharabah. Kedua bentuk transaksi ini lazim dipraktekkan dalam bank syari‟ah. Oleh sebab itu perlu dilihat bagaimana produk-produk tersebut berlaku dalam bank syari‟ah, yakni untuk memudahkan analisa apabila tertjadi sengketa para pihak.<br />
II. Musyarakah dan Mudharabah<br />
A. Musyarakah<br />
1. Pengertian<br />
Menurut Hanafiyah syirkah adalah : Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat mengenai pokok harta dan keuntungannya. Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah : Keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.<br />
Menurut Hanabilah : Berkumpul dalam berhak dan berbuat hukum. Sedangkan menurut Syafi‟iyah : Tetapnya hak tentang sesuatu terhadap dua pihak atau lebih secara merata. Menurut Latifa M.Algoud dan Mervyn K. Lewis[7] musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. Sedangkan menurut Sofiniyah Ghufron dkk., al-musyarakah atau syirkah adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, di mana keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Meskipun rumusan yang dikemukakan para ahli tersebut redaksional berbeda, namun dapat difahami intinya bahwa syirkah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak, baik mengenai modal ataupun pekerjaan atau usaha untuk memperoleh keuntungan bersama.<br />
Dasar hukum musyarakah antara lain firman Allah pada Surat An-Nisak ayat 12 yang artinya: dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu. dan juga hadits <br />
Nabi SAW yang berbunyi: Artinya : Saya yang ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah satunya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari keduanya. HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim.<br />
2. Macam-macam musyarakah<br />
Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang pertama musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjaIi tanpa adanya akad antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia, seperti secara bersama-sama menerima hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersamasama menerima hibah atau menerima wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersama-sama menjadi ahli waris. Bentuk kedua adalah musyarakah yang lahir karena akad atau perjanjian antara pihak-pihak (syirkah al-“uqud). Ini ada beberapa macam:<br />
a. Syarikat ‘inan, yaitu syarikat antara dua orang atau beberapa orang mengenai harta, baik mengenai modalnya, pengelolannya ataupun keuntungannya. Pembagian keuntungan tidak harus berdasarkan besarnya partisipasi, tetapi adalah berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian.<br />
b. Syarikat mufawadhah, yaitu syarikat antara dua orang atau lebih mengenai harta, baik mengenai modal, pekerjaan ataupun tanggungjawab, maupun mengenai hasil atau keuntungan.<br />
c. Syarikat wujuh, yakni syarikat antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan tingkat profesinal yang baik mengenai sesuatu pekerjaan/bisnis, dimana mereka membeli barang dengan kredit dan menjualnya secara tunai dengan jaminan reputasi mereka. Musyarakah seperti ini lazim juga disebut musyarakah piutang.<br />
d. Syarikat a’maal, yaitu syarikat antara dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan bersama-sama dan membagi untung bersama berdasarkankesepakatan dalam perjanjian.<br />
e. Definisi Musyarakah Mutanaqishah Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap. <br />
Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. <br />
Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. <br />
Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah. <br />
<br />
b. Ketentuan Pokok Musyarakah Mutanaqishah <br />
Di dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut. <br />
Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah [1] masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama, [2] antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain, dan [3] dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut. <br />
Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi; penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak. <br />
Dalam syirkah mutanaqishah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan, ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang. <br />
c. Aspek Hukum Musyarakah Mutanaqishah <br />
Lembaga perbankan adalah highly regulated industry, apalagi perbankan syariah selain terikat oleh rambu-rambu hukum positif sistem operasional bank syariah juga terikat erat dengan hukum Allah, yang pelanggarannya berakibat kepada kemadharatan di dunia dan akherat. Oleh karena uniknya peraturan yang memagari seluruh transaksi perbankan syariah tersebut, dalam kajian ini akan dicoba dibahas mengenai pelaksanaan akad terutama musyarakah mutanaqishah yang dapat dilaksanakan di bank syariah. Kajian ini dilakukan dengan melihat kesesuaiannya dengan hukum positif di Indonesia, yaitu hukum perdata KUH Perdata dan Hukum Islam. Sandaran hukum Islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah, pada saat ini, dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa). Karena di dalam akad musyarakah mutanaqishah terdapat unsur syirkah dan unsur ijarah. <br />
<br />
Dalil hukum musyarakah adalah: <br />
1. Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24: <br />
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…." <br />
2. Al-Qur’an Surat al-Ma’idah [5], Ayat 1: <br />
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” <br />
<br />
3. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: <br />
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah). <br />
<br />
<br />
<br />
4. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf: <br />
َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟاَو ﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﺤْﻠُﺻ ﱠﻻِإ َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َﻦْﻴَﺑ ٌﺰِﺋﺎَﺟ ُﺢْﻠﱡﺼﻟَاﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﻃْﺮَﺷ ﱠﻻِإ ْﻢِﻬِﻃوُﺮُﺷ ﻰَﻠَﻋ. <br />
<br />
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” <br />
5. Kaidah fiqh: <br />
ْنَأ ﱠﻻِإ ُﺔَﺣﺎَﺑِﻹْا ِتَﻼَﻣﺎَﻌُﻤْﻟا ﻰِﻓ ُﻞْﺻَﻷَا ﻰَﻠَﻋ ٌﻞْﻴِﻟَد ﱠلُﺪَﻳ ﺎَﻬِﻤْﻳِﺮْﺤَﺗ.<br />
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” <br />
<br />
Dalil hukum Ijarah adalah: <br />
1. Al-Qur’an Surat al-Zukhruf [43], ayat 32: <br />
َﺴَﻗ ُﻦْﺤَﻧ ،َﻚﱢﺑَر َﺖَﻤْﺣَر َنْﻮُﻤِﺴْﻘَﻳ ْﻢُهَأ ،ﺎَﻴْﻧﱡﺪﻟا ِةﺎَﻴَﺤْﻟا ﻲِﻓ ْﻢُﻬَﺘَﺸْﻴِﻌَﻣ ْﻢُﻬَﻨْﻴَﺑ ﺎَﻨْﻤ ُﺖَﻤْﺣَرَو ،ﺎًّﻳِﺮْﺨُﺳ ﺎًﻀْﻌَﺑ ْﻢُﻬُﻀْﻌَﺑ َﺬِﺨﱠﺘَﻴِﻟ ٍتﺎَﺟَرَد ٍﺾْﻌَﺑ َقْﻮَﻓ ْﻢُﻬَﻀْﻌَﺑ ﺎَﻨْﻌَﻓَرَوَنْﻮُﻌَﻤْﺠَﻳ ﺎﱠﻤِﻣ ٌﺮْﻴَﺧ َﻚﱢﺑَر. <br />
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” <br />
2. Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2], ayat 233: <br />
... ْﻢُﺘْﻴَﺗﺁﺎَﻣ ْﻢُﺘْﻤﱠﻠَﺳ اَذِإ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼَﻓ ْﻢُآَدَﻻْوَأ اْﻮُﻌِﺿْﺮَﺘْﺴَﺗ ْنَأ ْﻢُﺗْدَرَأ ْنِإَوٌﺮْﻴِﺼَﺑ َنْﻮُﻠَﻤْﻌَﺗﺎَﻤِﺑ َﷲا ﱠنَأ اْﻮُﻤَﻠْﻋاَو ،َﷲا اﻮُﻘﱠﺗاَو ،ِفْوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ. <br />
<br />
3<br />
<br />
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” <br />
3. Al-Qur’an Surat al-Qashash [28], ayat 26: <br />
<br />
ِإ ،ُﻩْﺮِﺟْﺄَﺘْﺳا ِﺖَﺑَأﺂَﻳ ﺎَﻤُهاَﺪْﺣِإ ْﺖَﻟﺎَﻗ َتْﺮَﺟْﺄَﺘْﺳا ِﻦَﻣ َﺮْﻴَﺧ ﱠنُﻦْﻴِﻣَﻷْا ﱡيِﻮَﻘْﻟا. <br />
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” <br />
4. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda: <br />
ُﻪُﻗَﺮَﻋ ﱠﻒِﺠَﻳ ْنَأ َﻞْﺒَﻗ ُﻩَﺮْﺟَأ َﺮْﻴِﺟَﻷْا اﻮُﻄْﻋَأ. <br />
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” <br />
5. Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda: <br />
<br />
ُﻩَﺮْﺟَأ ُﻪْﻤِﻠْﻌُﻴْﻠَﻓ اًﺮْﻴِﺟَأ َﺮَﺟْﺄَﺘْﺳا ِﻦَﻣ. <br />
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.” <br />
6. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, ia berkata: <br />
َضْرَﻷْا يِﺮْﻜُﻧ ﺎﱠﻨُآ ﺎَﻧﺎَﻬَﻨَﻓ ،ﺎَﻬْﻨِﻣ ِءﺎَﻤْﻟﺎِﺑ َﺪِﻌَﺳﺎَﻣَو ِعْرﱠﺰﻟا َﻦِﻣ ْﻲِﻗاَﻮﱠﺴﻟا ﻰَﻠَﻋ ﺎَﻤِﺑ ْوَأ ٍﺐَهَﺬِﺑ ﺎَﻬَﻳِﺮْﻜُﻧ ْنَأ ﺎَﻧَﺮَﻣَأَو َﻚِﻟَذ ْﻦَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪِﻟﺁَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ُلْﻮُﺳَرٍﺔﱠﻀِﻓ. <br />
“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.” <br />
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf: <br />
ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﺤْﻠُﺻ ﱠﻻِإ َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َﻦْﻴَﺑ ٌﺰِﺋﺎَﺟ ُﺢْﻠﱡﺼﻟَا َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟاَو ﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﻃْﺮَﺷ ﱠﻻِإ ْﻢِﻬِﻃوُﺮُﺷ ﻰَﻠَﻋ. <br />
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” <br />
<br />
4<br />
8. Kaidah fiqh: <br />
ﻰَﻠَﻋ ٌﻞْﻴِﻟَد ﱠلُﺪَﻳ ْنَأ ﱠﻻِإ ُﺔَﺣﺎَﺑِﻹْا ِتَﻼَﻣﺎَﻌُﻤْﻟا ﻲِﻓ ُﻞْﺻَﻷَاﺎَﻬِﻤْﻳِﺮْﺤَﺗ. <br />
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” <br />
<br />
ِﺢِﻟﺎَﺼَﻤْﻟا ِﺐْﻠَﺟ ﻰَﻠَﻋ ٌمﱠﺪَﻘُﻣ ِﺪِﺳﺎَﻔَﻤْﻟا ُءْرَد <br />
“Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.” <br />
Kajian pada KUH Perdata: <br />
Melihat pada ketentuan pokok akad musyarakah dan ijarah di atas, keduanya memiliki kesesuaian dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian diberi pengertian sebagai “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dimana pihak satu berjanji kepada pihak lain atau dimana dua orang yang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam hal ini adalah bank syariah dan nasabah saling berjanji. <br />
Dari peristiwa itulah timbul suatu hubungan antara dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan. Pihak yang satu dapat menuntut realisasi dari apa yang diperjanjikan oleh pihak lain dan dapat menuntutnya di depan hakim jika tuntutan dari apa yang diperjanjikan itu tidak dipenuhi secara sukarela. <br />
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”, pasal ini memberikan kebebasan untuk membuat berbagai macam perjanjian yang isinya tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Pasal inilah yang mendasari lahirnya perjanjian-perjanjian seperti perjanjian yang dibuat oleh pihak bank dan pihak pengguna jasa layanan bank yang berfungsi sebagai undang-undang bagi para pihak. <br />
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian menjadi sah dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku ketiga Tentang Perikatan bab kedua bagian kedua tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya perjanjian yang dimulai dari pasal 1320 sampai dengan pasal 1337. Secara garis besar syarat-syarat tersebut dapat dilihat pada pasal 1320, yang menyebutkan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut : <br />
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; <br />
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; <br />
3. Suatu hal tertentu; <br />
4. Suatu sebab yang halal. <br />
<br />
Syarat-syarat yang disebutkan pada pasal 1320 di atas dapat dibedakan menjadi syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat yang disebutkan pertama pada pasal 1320 disebut syarat subjektif yang apabila syarat tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling) sedangkan dua syarat yang <br />
5<br />
terakhir disebut syarat objektif yang apabila ternyata tidak terpenuhi maka perjanjian akan batal demi hukum (null and void) yang artinya perjanjian tersebut tidak pernah ada atau dengan kata lain usaha pihak yang disebut di dalam perjanjian gagal melahirkan suatu perikatan. Apabila syarat sah perjanjian tersebut sudah terpenuhi semua maka perjanjian tersebut sudah dapat dikatakan sah. <br />
d. Ilustrasi Musyarakah Mutanaqishah <br />
d. <br />
Dari berbagai macam syarikah tersebut, Syafi‟iyah menolak syarikah wujuh dengan alasan bahwa pada dasarnya dalam suatu syarikah harus ada modal ataupun pembagian beban usaha ataupun pekerjaan, hal mana tidak ada pada syarikah wujuh.<br />
<br />
3. Rukun dan Syarat Syarikat Al-‘Uqud<br />
Menurut Hanafiyah untuk terjadinya syarikah al-‘uqud, maka harus ada ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur, rukunnya ada tiga, yaitu: a. Dua orang yang berakal sehat, b. Objek yang diperjanjikan dan c. Lafaz akad yang sesuai dengan isi. Lebih lanjut Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad pada umumnya adalah al-‘aqidaini, mahallu al-‘aqd dan sighat al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa Az-Zarqa menambah satu lagi, yakni maudhu’ al-‘uqd (tujuan akad).<br />
Sedangkan syarat syarikat al-‘uqud pada umumnya adalah:<br />
a. Harus mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan<br />
b. Pembagian keuntungan yang jelas<br />
c. Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada besar kecilnya modal atau kewajiban.<br />
C. Musyarakah Pada Bank Syari‟ah<br />
Pada bank syari‟ah terdapat berbagai bentuk produk/usaha yang didasarkan kepada ketentuan-ketentuan syari‟ah, antara lain musyarakah.<br />
1. Bentuk-bentuk usaha musyarakah pada Bank Syari‟ah<br />
Di antara bentuk usaha musyarakah pada bank syari‟ah, antara lain:<br />
a. Pada Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari‟ah :<br />
1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil<br />
2) Memberikan fasilitas letter of credit (L/C)<br />
3) Penyertaan modal dengan perusahaan atau bank yang lain yang juga<br />
mendasarkan usahanya kepada prinsip-prinsip syari‟ah.<br />
b. Pada BPR Berdasarkan Prinsip-prinsip Syari‟ah :<br />
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, ini dapat berupa :<br />
a. Tabungan<br />
b. Deposito berjangka.<br />
2) Melakukan penyaluran dana melalui bagi hasil.<br />
<br />
III. Upaya Perbankan Syari‟ah Memelihara Prinsip-prinsip Syari‟ah Meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syari‟ah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Dalam menjalankan usahanya Bank Berdasarkan Prinsip-prinsip Syari‟ah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syari‟ah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut dapat dikemukakan antara lain :<br />
A. Melalui struktur organisasi<br />
Dalam struktur organisasi bank syari‟ah, ada lembaga yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan pengawasan terhadap operasional bank syari‟ah, yakni Dewan Pengawas Syari‟ah. Lembaga ini biasanya ditempatkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Anggota Dewan Pengawas Syari‟ah ditetapkan oleh Rapat Pemegang Saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syari‟ah Nasional. Dewan Pengawas Syari‟ah bertugas meneliti produk-produk baru bank syari‟ah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syari‟ah.<br />
Selain Dewan Pengawas Syari‟ah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syari‟ah Nasional (DSN).Lembaga ini didirikan pada tahun 1997, merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia yang ketua dan sekretaris umumnya secara ex oficio dijabat oleh Ketua dan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia. Tugas lembaga ini antara lain adalah :<br />
1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syari‟ah, seperti bank syari‟ah, asuransi<br />
syari‟ah, reksadana syari‟ah, modal ventura dan lain-lain.<br />
2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syari‟ah yang diajukan oleh manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Pengawas Syari‟ah.<br />
3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh Dewan Pengawas Syari‟ah dalam mengawasi bank-bank syari‟ah.<br />
4. Merekomendir para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota Dewan Pengawas Syari‟ah.<br />
Dalam melaksanakan fungsinya DSN dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syari‟ah yang bersangkutan apabila lembaga tersebut menyimpang dari garis panduan yang ditetapkan. Hal ini terjadi antara lain apabila Dewan Syari‟ah Nasional menerima laporan dari Dewan Pengawas Syari‟ah tentang penyimpangn tersebut.<br />
B. Melalui Bisnis Usaha Yang Dibiayai<br />
Upaya lainnya dari bank syari‟ah untuk menjaga agar usaha yang dijalankan tetap sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari‟ah adalah melalui bisnis usaha yang dibiayai. Sebelum menyetujui usul pembiayaan oleh bank syari‟ah, lebih dahulu diseleksi hal-hal yang berhubungan dengan usaha pembiayaan tersebut. Ini dilakukan agar jangan sampai usaha yang dibiayai bertentangan dengan prinsip-prinsip syari‟ah. Hal-hal yang diperhatikan sebelum menyetujui usul pembiayaan tersebut antara lain adalah :<br />
1. Apakah obyek pembiayaan halal atau haram.<br />
2. Apakah obyek pembiayaan menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.<br />
3. Apakah berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila.<br />
4. Apakah obyek berkaitan dengan perjudian.<br />
5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata illegal atau berorientasi pada pembangunan senjata pemusnah massal.<br />
6. Apakah proyek dapat merugikan syi‟ar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung.<br />
<br />
DAFTAR KEPUSTAKAAN<br />
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani,<br />
Jakarta, 2001.<br />
Pasal 28 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip<br />
Syari’ah, tanggal 12 Mei 1999.<br />
Pasal 27 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR)<br />
Berdasarkan Prinsip Syari’ah, tanggal 12 Mei 1999.<br />
RI, Departemen Agama, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur’an dan<br />
Terjemahnya, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1995.<br />
Muhammad Syafi‟i Antonio,Op.cit., halaman 27.<br />
<br />
MUSYARAKAH MUTANAQISHAH <br />
<br />
Bagan Alur <br />
pembiayaan musyarakah mutanaqishah <br />
1. Negosiasi Angsuran dan Sewa <br />
2. Akad/kontrak Kerjasama <br />
3. Beli barang (Bank/nasabah) <br />
4. Mendapat Berkas dan Dokumen <br />
5. Nasabah Membayar Angsuran dan Sewa <br />
6. Bank Syariah Menyerahkan Hak Kepemilikannya <br />
Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan suatu barang, adalah: <br />
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalam pembiayaan/pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah dengan menjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulan nasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang sebut. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif <br />
<br />
6<br />
pengajuan pembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah ditentukan dalam pembiayaan syariah. <br />
2. Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barang tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif. <br />
3. Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, maka bank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan (offering letter) yang didalamnya antara lain: <br />
a. Spesifikasi barang yang disepakati; <br />
b. Harga barang; <br />
c. Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan; <br />
d. Jangka waktu pelunasan pembiayaan; <br />
e. Cara pelunasan (model angsuran); <br />
f. Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah. <br />
4. Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungi distributor/agen untuk ketersediaan barang tersebut sesuai dengan spesifikasinya. <br />
5. Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah yang memuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewa dan sekaligus pengikatan jaminan berupa barang yang diperjualbelikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya. <br />
<br />
Penyerahan barang dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah bank dan nasabah melunasi harga pembelian barang kepada distributor/agen. Setelah barang diterima bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati. <br />
e. Simulasi Model Musyarakah Mutanaqishah <br />
Rumus akad musyarakah mutanaqishah <br />
1. P = B0 + C0 <br />
P : Harga Barang <br />
B0 : Nilai Kontribusi Bank Syariah <br />
C0 : Nilai Kontribusi Nasabah <br />
Dimana: <br />
C0 = C0<br />
C1 = C0 + r0R + A <br />
C2 = C1 + r1R + A <br />
C3 = C2 + r2R + A <br />
.................... <br />
<br />
7<br />
<br />
Cn = Cn-1 + rn-1R + A <br />
Dimana: <br />
C0 = C0<br />
C1 = C0 + r0R + A <br />
C2 = C0 + r0R + A + r1R + A = C0 + R(r0 + r1) + 2A <br />
C3 = C0 + r0R + A + r1R + A + r3R + A = C0 + R(r0 + r1 + r2) + 3A <br />
.................................. <br />
Cn = C0 + R(r0 + r1 + r2 + ... + rn-1) + nA <br />
Cn = C0 + (C0 + C1 + C2 + ... + Cn-1) + nA karena ri = <br />
Oleh karena , maka <br />
C1 = C0 + xC0 + A = (1 + x)C0 + A <br />
C2 = C0 + x(C0 + C0 + xC0 + A) + 2A = (1 + 2x + x2)C0 + (x+2)A <br />
C3 = C0 + x[C0 + C0 + xC0 + A + C0 + (C0 + C0 + xC0 + A) + 2A] + 3A <br />
= (1 + 3x + 3x2 + x3)C0 + (x2 + 3x + 3)A <br />
......................... <br />
Untuk itu: <br />
C1 = (1+x)C0 + A <br />
C2 = (1+x)2C0 + (x + 2)A <br />
C3 = (1+x)3C0 + (x2 + 3x + 3)A <br />
C4 = (1+x)4C0 + (x3 + 4x2 + 6x + 4)A <br />
........................ <br />
<br />
2. M = R + A <br />
M : Total pembayaran per periode <br />
R : Sewa per periode <br />
A : Pembayaran angsuran nasabah per periode <br />
<br />
<br />
<br />
8<br />
<br />
<br />
untuk itu <br />
<br />
<br />
Jadi, M <br />
3. ri = Ci/P <br />
ri : Rasio kepemilikan nasabah <br />
Ci : nilai kepemilikan nasabah <br />
P : Harga barang <br />
4. <br />
<br />
A : Angsuran per bulan <br />
x : R/P <br />
n : Jangka Waktu <br />
C0 : Nilai Kontribusi Nasabah <br />
5. Internal Rate Return (IRR) <br />
Simulasi model terlampir <br />
f. Risiko yang timbul dalam Musyarakah Mutanaqishah <br />
1. Risiko kepemilikan <br />
Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqishah, status kepemilikan barang masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqishah, dimana kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang. <br />
Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama. <br />
2. Risiko Regulasi <br />
<br />
9<br />
<br />
Praktek musyarakah mutanaqishah untuk pembiayaan barang terikat dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satu regulasi yang diberlakukan untuk pola musyarakah mutanaqishah adalah masalah pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kepemilikan barang. <br />
Pengenaan PPN didasarkan atas Undang-undang No. 18 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983. Dimana penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan obyek pajak di dalam UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini menyatakan bahwa segala jenis barang, berwujud baik bergerak ataupun tidak bergerak, maupun barang tidak berwujud merupakan obyek PPN. <br />
Pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah berpotensi kena pajak dilihat dari beberapa ketentuan berikut ini, yaitu: <br />
Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atas hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. <br />
Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. <br />
Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak bersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. <br />
Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. <br />
Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. <br />
Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. <br />
Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN pada jasa perbankan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Yaitu, jasa-jasa yang merupakan kegiatan pokok perbankan yang tidak bisa dilakukan oleh lembaga non bank. <br />
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990, berkaitan dengan batasan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN. <br />
3. Risiko Pasar <br />
Ketentuan pasar akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga suatu barang. Perbedaan wilayah atas kerjasama muasyarakah tersebut akan <br />
<br />
10<br />
<br />
menyebabkan perbedaan harga. Jadi bank syariah tidak bisa menyama-ratakan harga di. Disamping itu, Dalam pembiayaan kepemilikan barang dengan skim musyarakah mutanaqishah merupakan bentuk pembelian barang secara bersama-sama antara pihak bank syariah dengan nasabah. Dimana kepemilikan bank akan berkurang sesuai dengan besaran angsuran yang dilakukan nasabah atas pokok modal bank bersangkutan. Disamping besaran angsuran yang harus di bayar nasabah, dalam skim musyarakah mutanaqishah terdapat harga sewa yang harus di bayar nasabah tiap bulannya sebagai kompensasi keuntungan bank. <br />
Dalam sewa dapat berfluktuasi sesuai dengan situasi dan kondisi saat berlangsungnya akad kerjasama tersebut. Sewa yang ditentukan atas obyek barang akan dipengaruhi oleh; [1] waktu terjadinya kesepakatan, [2] tempat/wilayah, [3] supply dan demand atas barang tersebut. <br />
4. Risiko Kredit (pembiayaan) <br />
Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqishah yang dilakukan dengan cara mengangangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Dimana dimungkinkan tejadinya wan prestasi dari pihak nasabah yang tidak mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya kerugian pihak bank syariah. <br />
<br />
g. Keunggulan dan Kelemahan Musyarakah Mutanaqishah <br />
Penerapan akad musyarakah mutanaqishah memiliki beberapa keunggulan sebagai pembiayaan syariah, diantaranya adalah: <br />
1. Bank Syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi obyek perjanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah dan nasabah akan saling menjaga atas aset tersebut. <br />
2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa yang telah ditetapkan atas aset tersebut. <br />
3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar. <br />
4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga pasar pada perbankan konvensional. <br />
5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga saat terjadinya inflasi. <br />
<br />
Adapun kelemahan yang muncul dalam akad musyarakah mutanaqishah ketika diterapkan sebagai bentuk pembiayaan syariah adalah: <br />
1. Risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, baik pajak atas hak tanggungan atau pajak atas bangunan, serta biaya-biaya lain yang mungkin dapat menjadi beban atas aset tersebut. <br />
2. Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad. <br />
Cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan menjadi ringan tahun-tahun berikutnya. <br />
<br />
11<br />
h. Penutup <br />
Pada skim konvensional dan murabahah, tingkat harga cicilan barang yang menentukan tingkat keuntungan Bank. Cicilan ini dipengaruhi oleh harga pokok barang, harga barang yang dibeli nasabah, lamanya cicilan dan besarnya Down-Payment (DP). <br />
Pada skim murabahah, tingkat suku bunga dan waktu pencicilan menjadi bench mark terhadap besarnya margin penjualan pada harga barang yang dibeli nasabah. Dimana tingkat cicilan bersifat tetap untuk jangka waktu tertentu. <br />
Pihak Bank lebih menyenangi waktu pencicilan (pelunasan) dibawah 10 tahun daripada lebih dari 10 tahun. Hal ini disebabkan adanya resiko bahwa nilai uang yang dikaitkan dengan waktu dan kemungkinan tidak mismatch antara asset dan likuiditas akibat perubahan yang terjadi pada besarnya margin dari hasil pembiayaan dan bagi hasil yang harus dibayar kepada pihak ketiga yang berasal dari dana pihak ketiga. <br />
Dalam kaitannya misalnya dengan harga sebuah rumah, ada survey dari suatu lembaga bahwa masyarakat menginginkan cicilan bersifat flat (tetap), DP sebesar 15 % dari harga rumah/barang dan cicilan tidak lebih besar dari 20 % pendapatan. <br />
Bagaimana dengan penerapan skim musyarakah mutanaqisah? Skim ini cocok untuk waktu yang panjang melebihi 10 tahun pelunasan. Bagi Bank, keuntungan didapat bukan dari nilai cicilan tapi nilai sewa. Dengan waktu yang panjang nilai cicilan akan rendah sedangkan sewa bisa disesuaikan untuk kurun waktu tertentu. <br />
Bagi Bank Syariah, penerapan skim musyarakah mutanaqisah harus mendapatkan keuntungan sama atau lebih besar apabila Bank menerapkan murabahah plus resiko yang sama atau lebih kecil. <br />
12<br />
TABEL PEMBIAYAAN RUMAH <br />
Dengan Akad Musyarakah Mutanaqishah <br />
Porsi Nasabah Awal 28.800.000 <br />
Porsi Bank Syariah Awal 115.200.000 <br />
Harga Jual Rusun dari Developer 144.000.000 <br />
Rate Margin Sewa 15,00% <br />
Harga Sewa (bulan) 1.440.000 <br />
Angsuran Pokok (bulan) 640.000 <br />
Jangka Waktu Pembiayaan (bulan) 180 <br />
IRR 0,0100 <br />
Bln Sewa Angsuran Pokok Angsuran per Bulan Rasio Porsi Nasabah Rasio Porsi Bank Porsi Nasabah Porsi Bank <br />
A B C D E F G <br />
20,00% 80,00% 28.800.000 115.200.000 <br />
1 1.440.000 640.000 2.080.000 20,44% 79,56% 29.440.000 114.560.000 <br />
2 1.427.200 640.000 2.067.200 20,89% 79,11% 30.080.000 113.920.000 <br />
3 1.420.800 640.000 2.060.800 21,33% 78,67% 30.720.000 113.280.000 <br />
4 1.414.400 640.000 2.054.400 21,78% 78,22% 31.360.000 112.640.000 <br />
5 1.408.000 640.000 2.048.000 22,22% 77,78% 32.000.000 112.000.000 <br />
6 1.401.600 640.000 2.041.600 22,67% 77,33% 32.640.000 111.360.000 <br />
7 1.395.200 640.000 2.035.200 23,11% 76,89% 33.280.000 110.720.000 <br />
8 1.388.800 640.000 2.028.800 23,56% 76,44% 33.920.000 110.080.000 <br />
9 1.382.400 640.000 2.022.400 24,00% 76,00% 34.560.000 109.440.000 <br />
10 1.376.000 640.000 2.016.000 24,44% 75,56% 35.200.000 108.800.000 <br />
11 1.369.600 640.000 2.009.600 24,89% 75,11% 35.840.000 108.160.000 <br />
12 1.363.200 640.000 2.003.200 25,33% 74,67% 36.480.000 107.520.000 <br />
13 1.356.800 640.000 1.996.800 25,78% 74,22% 37.120.000 106.880.000 <br />
14 1.350.400 640.000 1.990.400 26,22% 73,78% 37.760.000 106.240.000 <br />
<br />
13<br />
15 1.344.000 640.000 1.984.000 26,67% 73,33% 38.400.000 105.600.000 <br />
16 1.337.600 640.000 1.977.600 27,11% 72,89% 39.040.000 104.960.000 <br />
17 1.331.200 640.000 1.971.200 27,56% 72,44% 39.680.000 104.320.000 <br />
18 1.324.800 640.000 1.964.800 28,00% 72,00% 40.320.000 103.680.000 <br />
19 1.318.400 640.000 1.958.400 28,44% 71,56% 40.960.000 103.040.000 <br />
20 1.312.000 640.000 1.952.000 28,89% 71,11% 41.600.000 102.400.000 <br />
21 1.305.600 640.000 1.945.600 29,33% 70,67% 42.240.000 101.760.000 <br />
22 1.299.200 640.000 1.939.200 29,78% 70,22% 42.880.000 101.120.000 <br />
23 1.292.800 640.000 1.932.800 30,22% 69,78% 43.520.000 100.480.000 <br />
24 1.286.400 640.000 1.926.400 30,67% 69,33% 44.160.000 99.840.000 <br />
25 1.280.000 640.000 1.920.000 31,11% 68,89% 44.800.000 99.200.000 <br />
26 1.273.600 640.000 1.913.600 31,56% 68,44% 45.440.000 98.560.000 <br />
27 1.267.200 640.000 1.907.200 32,00% 68,00% 46.080.000 97.920.000 <br />
28 1.260.800 640.000 1.900.800 32,44% 67,56% 46.720.000 97.280.000 <br />
29 1.254.400 640.000 1.894.400 32,89% 67,11% 47.360.000 96.640.000 <br />
30 1.248.000 640.000 1.888.000 33,33% 66,67% 48.000.000 96.000.000 <br />
31 1.241.600 640.000 1.881.600 33,78% 66,22% 48.640.000 95.360.000 <br />
32 1.235.200 640.000 1.875.200 34,22% 65,78% 49.280.000 94.720.000 <br />
33 1.228.800 640.000 1.868.800 34,67% 65,33% 49.920.000 94.080.000 <br />
34 1.222.400 640.000 1.862.400 35,11% 64,89% 50.560.000 93.440.000 <br />
35 1.216.000 640.000 1.856.000 35,56% 64,44% 51.200.000 92.800.000 <br />
36 1.209.600 640.000 1.849.600 36,00% 64,00% 51.840.000 92.160.000 <br />
37 1.203.200 640.000 1.843.200 36,44% 63,56% 52.480.000 91.520.000 <br />
38 1.196.800 640.000 1.836.800 36,89% 63,11% 53.120.000 90.880.000 <br />
39 1.190.400 640.000 1.830.400 37,33% 62,67% 53.760.000 90.240.000 <br />
40 1.184.000 640.000 1.824.000 37,78% 62,22% 54.400.000 89.600.000 <br />
41 1.177.600 640.000 1.817.600 38,22% 61,78% 55.040.000 88.960.000 <br />
42 1.171.200 640.000 1.811.200 38,67% 61,33% 55.680.000 88.320.000 <br />
43 1.164.800 640.000 1.804.800 39,11% 60,89% 56.320.000 87.680.000 <br />
640.000 39,56% 60,44% <br />
<br />
14<br />
400 98.400 .960.000 .040.000 <br />
000 640.000 92.000 40,00% 60,00% .600.000 .400.000 <br />
600 640.000 85.600 40,44% 59,56% .240.000 .760.000 <br />
200 640.000 79.200 40,89% 59,11% .880.000 .120.000 <br />
800 640.000 72.800 41,33% 58,67% .520.000 .480.000 <br />
400 640.000 66.400 41,78% 58,22% .160.000 .840.000 <br />
000 640.000 60.000 42,22% 57,78% .800.000 .200.000 <br />
600 640.000 53.600 42,67% 57,33% .440.000 .560.000 <br />
200 640.000 47.200 43,11% 56,89% .080.000 .920.000 <br />
800 640.000 40.800 43,56% 56,44% .720.000 .280.000 <br />
400 640.000 34.400 44,00% 56,00% .360.000 .640.000 <br />
000 640.000 28.000 44,44% 55,56% .000.000 .000.000 <br />
600 640.000 21.600 44,89% 55,11% .640.000 .360.000 <br />
200 640.000 15.200 45,33% 54,67% .280.000 .720.000 <br />
800 640.000 08.800 45,78% 54,22% .920.000 .080.000 <br />
400 640.000 02.400 46,22% 53,78% .560.000 .440.000 <br />
000 640.000 96.000 46,67% 53,33% .200.000 .800.000 <br />
600 640.000 89.600 47,11% 52,89% .840.000 .160.000 <br />
200 640.000 83.200 47,56% 52,44% .480.000 .520.000 <br />
800 640.000 76.800 48,00% 52,00% .120.000 .880.000 <br />
400 640.000 70.400 48,44% 51,56% .760.000 .240.000 <br />
000 640.000 64.000 48,89% 51,11% .400.000 .600.000 <br />
600 640.000 57.600 49,33% 50,67% .040.000 .960.000 <br />
200 640.000 51.200 49,78% 50,22% .680.000 .320.000 <br />
800 640.000 44.800 50,22% 49,78% .320.000 .680.000 <br />
0 640.000 38.400 50,67% 49,33% .960.000 .040.000 <br />
0 0 640.000 32.000 51,11% 48,89% .600.000 .400.000 <br />
1 0 640.000 25.600 51,56% 48,44% .240.000 .760.000 <br />
2 0 640.000 19.200 52,00% 48,00% .880.000 .120.000 <br />
3 0 12.800 .520.000 .480.000 <br />
44 74 1.158.966.400 640.000 1.71.606.400 52,89% 47,11% 5676.160.000 8767.840.000 <br />
45 75 1.152.960.000 640.000 1.71.600.000 53,33% 46,67% 5776.800.000 8667.200.000 <br />
46 76 1.145.953.600 640.000 1.71.593.600 53,78% 46,22% 5877.440.000 8566.560.000 <br />
47 77 1.139.947.200 640.000 1.71.587.200 54,22% 45,78% 5878.080.000 8565.920.000 <br />
48 78 1.132.940.800 640.000 1.71.580.800 54,67% 45,33% 5978.720.000 8465.280.000 <br />
49 79 1.126.934.400 640.000 1.71.574.400 55,11% 44,89% 6079.360.000 8364.640.000 <br />
50 80 1.120.928.000 640.000 1.71.568.000 55,56% 44,44% 6080.000.000 8364.000.000 <br />
51 81 1.113.921.600 640.000 1.71.561.600 56,00% 44,00% 6180.640.000 8263.360.000 <br />
52 82 1.107.915.200 640.000 1.71.555.200 56,44% 43,56% 6281.280.000 8162.720.000 <br />
53 83 1.100.908.800 640.000 1.71.548.800 56,89% 43,11% 6281.920.000 8162.080.000 <br />
54 84 1.094.902.400 640.000 1.71.542.400 57,33% 42,67% 6382.560.000 8061.440.000 <br />
55 85 1.088.896.000 640.000 1.71.536.000 57,78% 42,22% 6483.200.000 8060.800.000 <br />
56 86 1.081.889.600 640.000 1.71.529.600 58,22% 41,78% 6483.840.000 7960.160.000 <br />
57 87 1.075.883.200 640.000 1.71.523.200 58,67% 41,33% 6584.480.000 7859.520.000 <br />
58 88 1.068.876.800 640.000 1.71.516.800 59,11% 40,89% 6585.120.000 7858.880.000 <br />
59 89 1.062.870.400 640.000 1.71.510.400 59,56% 40,44% 6685.760.000 7758.240.000 <br />
60 90 1.056.864.000 640.000 1.61.504.000 60,00% 40,00% 6786.400.000 7657.600.000 <br />
61 91 1.049.857.600 640.000 1.61.497.600 60,44% 39,56% 6787.040.000 7656.960.000 <br />
62 92 1.043.851.200 640.000 1.61.491.200 60,89% 39,11% 6887.680.000 7556.320.000 <br />
63 93 1.036.844.800 640.000 1.61.484.800 61,33% 38,67% 6988.320.000 7455.680.000 <br />
64 94 1.030.838.400 640.000 1.61.478.400 61,78% 38,22% 6988.960.000 7455.040.000 <br />
65 95 1.024.832.000 640.000 1.61.472.000 62,22% 37,78% 7089.600.000 7354.400.000 <br />
66 96 1.017.825.600 640.000 1.61.465.600 62,67% 37,33% 7190.240.000 7253.760.000 <br />
67 97 1.011.819.200 640.000 1.61.459.200 63,11% 36,89% 7190.880.000 7253.120.000 <br />
68 98 1.004.812.800 640.000 1.61.452.800 63,56% 36,44% 7291.520.000 7152.480.000 <br />
69 99 998.40806.400 640.000 1.61.446.400 64,00% 36,00% 7292.160.000 7151.840.000 <br />
7100 992.00800.000 640.000 1.61.440.000 64,44% 35,56% 7392.800.000 7051.200.000 <br />
7101 985.60793.600 640.000 1.61.433.600 64,89% 35,11% 7493.440.000 6950.560.000 <br />
7102 979.20787.200 640.000 1.61.427.200 65,33% 34,67% 7494.080.000 6949.920.000 <br />
7 972.80 640.000 1.6 52,44%65,78% 47,56% 34,22% 75 68<br />
<br />
15<br />
03 0 20.800 4.720.000 .280.000 <br />
04 0 640.000 14.400 66,22% 33,78% 5.360.000 .640.000 <br />
05 0 640.000 08.000 66,67% 33,33% 6.000.000 .000.000 <br />
06 0 640.000 01.600 67,11% 32,89% 6.640.000 .360.000 <br />
07 0 640.000 95.200 67,56% 32,44% 7.280.000 .720.000 <br />
08 0 640.000 88.800 68,00% 32,00% 7.920.000 .080.000 <br />
09 0 640.000 82.400 68,44% 31,56% 8.560.000 .440.000 <br />
10 0 640.000 76.000 68,89% 31,11% 9.200.000 .800.000 <br />
11 0 640.000 69.600 69,33% 30,67% 9.840.000 .160.000 <br />
12 0 640.000 63.200 69,78% 30,22% 00.480.000 .520.000 <br />
13 0 640.000 56.800 70,22% 29,78% 01.120.000 .880.000 <br />
14 0 640.000 50.400 70,67% 29,33% 01.760.000 .240.000 <br />
15 0 640.000 44.000 71,11% 28,89% 02.400.000 .600.000 <br />
16 0 640.000 37.600 71,56% 28,44% 03.040.000 .960.000 <br />
17 0 640.000 31.200 72,00% 28,00% 03.680.000 .320.000 <br />
18 0 640.000 24.800 72,44% 27,56% 04.320.000 .680.000 <br />
19 0 640.000 18.400 72,89% 27,11% 04.960.000 .040.000 <br />
20 0 640.000 12.000 73,33% 26,67% 05.600.000 .400.000 <br />
21 0 640.000 05.600 73,78% 26,22% 06.240.000 .760.000 <br />
22 0 640.000 99.200 74,22% 25,78% 06.880.000 .120.000 <br />
23 0 640.000 92.800 74,67% 25,33% 07.520.000 .480.000 <br />
24 0 640.000 86.400 75,11% 24,89% 08.160.000 .840.000 <br />
25 0 640.000 80.000 75,56% 24,44% 08.800.000 .200.000 <br />
26 0 640.000 73.600 76,00% 24,00% 09.440.000 .560.000 <br />
27 0 640.000 67.200 76,44% 23,56% 10.080.000 .920.000 <br />
28 0 640.000 60.800 76,89% 23,11% 10.720.000 .280.000 <br />
29 0 640.000 54.400 77,33% 22,67% 11.360.000 .640.000 <br />
30 0 640.000 48.000 77,78% 22,22% 12.000.000 .000.000 <br />
31 0 640.000 41.600 78,22% 21,78% 12.640.000 .360.000 <br />
32 0 35.200 2 13.280.000 .720.000 <br />
1133 780.80588.800 640.000 1.41.228.800 79,11% 20,89% 9113.920.000 4930.080.000 <br />
1134 774.40582.400 640.000 1.41.222.400 79,56% 20,44% 9114.560.000 4829.440.000 <br />
1135 768.00576.000 640.000 1.41.216.000 80,00% 20,00% 9115.200.000 4828.800.000 <br />
1136 761.60569.600 640.000 1.41.209.600 80,44% 19,56% 9115.840.000 4728.160.000 <br />
1137 755.20563.200 640.000 1.31.203.200 80,89% 19,11% 9116.480.000 4627.520.000 <br />
1138 748.80556.800 640.000 1.31.196.800 81,33% 18,67% 9117.120.000 4626.880.000 <br />
1139 742.40550.400 640.000 1.31.190.400 81,78% 18,22% 9117.760.000 4526.240.000 <br />
1140 736.00544.000 640.000 1.31.184.000 82,22% 17,78% 9118.400.000 4425.600.000 <br />
1141 729.60537.600 640.000 1.31.177.600 82,67% 17,33% 9119.040.000 4424.960.000 <br />
1142 723.20531.200 640.000 1.31.171.200 83,11% 16,89% 1119.680.000 4324.320.000 <br />
1143 716.80524.800 640.000 1.31.164.800 83,56% 16,44% 1120.320.000 4223.680.000 <br />
1144 710.40518.400 640.000 1.31.158.400 84,00% 16,00% 1120.960.000 4223.040.000 <br />
1145 704.00512.000 640.000 1.31.152.000 84,44% 15,56% 1121.600.000 4122.400.000 <br />
1146 697.60505.600 640.000 1.31.145.600 84,89% 15,11% 1122.240.000 4021.760.000 <br />
1147 691.20499.200 640.000 1.31.139.200 85,33% 14,67% 1122.880.000 4021.120.000 <br />
1148 684.80492.800 640.000 1.31.132.800 85,78% 14,22% 1123.520.000 3920.480.000 <br />
1149 678.40486.400 640.000 1.31.126.400 86,22% 13,78% 1124.160.000 3919.840.000 <br />
1150 672.00480.000 640.000 1.31.120.000 86,67% 13,33% 1124.800.000 3819.200.000 <br />
1151 665.60473.600 640.000 1.31.113.600 87,11% 12,89% 1125.440.000 3718.560.000 <br />
1152 659.20467.200 640.000 1.21.107.200 87,56% 12,44% 1126.080.000 3717.920.000 <br />
1153 652.80460.800 640.000 1.21.100.800 88,00% 12,00% 1126.720.000 3617.280.000 <br />
1154 646.40454.400 640.000 1.21.094.400 88,44% 11,56% 1127.360.000 3516.640.000 <br />
1155 640.00448.000 640.000 1.21.088.000 88,89% 11,11% 1128.000.000 3516.000.000 <br />
1156 633.60441.600 640.000 1.21.081.600 89,33% 10,67% 1128.640.000 3415.360.000 <br />
1157 627.20435.200 640.000 1.21.075.200 89,78% 10,22% 1129.280.000 3314.720.000 <br />
1158 620.80428.800 640.000 1.21.068.800 90,22% 9,78% 1129.920.000 3314.080.000 <br />
1159 614.40422.400 640.000 1.21.062.400 90,67% 9,33% 1130.560.000 3213.440.000 <br />
1160 608.00416.000 640.000 1.21.056.000 91,11% 8,89% 1131.200.000 3212.800.000 <br />
1161 601.60409.600 640.000 1.21.049.600 91,56% 8,44% 1131.840.000 3112.160.000 <br />
1 595.20 640.000 1.2 78,67%92,00% 1,33% 8,00% 1 30<br />
<br />
16<br />
162 403.200 1.043.200 132.480.000 11.520.000 <br />
163 396.800 640.000 1.036.800 92,44% 7,56% 133.120.000 10.880.000 <br />
164 390.400 640.000 1.030.400 92,89% 7,11% 133.760.000 10.240.000 <br />
165 384.000 640.000 1.024.000 93,33% 6,67% 134.400.000 9.600.000 <br />
166 377.600 640.000 1.017.600 93,78% 6,22% 135.040.000 8.960.000 <br />
167 371.200 640.000 1.011.200 94,22% 5,78% 135.680.000 8.320.000 <br />
168 364.800 640.000 1.004.800 94,67% 5,33% 136.320.000 7.680.000 <br />
169 358.400 640.000 998.400 95,11% 4,89% 136.960.000 7.040.000 <br />
170 352.000 640.000 992.000 95,56% 4,44% 137.600.000 6.400.000 <br />
171 345.600 640.000 985.600 96,00% 4,00% 138.240.000 5.760.000 <br />
172 339.200 640.000 979.200 96,44% 3,56% 138.880.000 5.120.000 <br />
173 332.800 640.000 972.800 96,89% 3,11% 139.520.000 4.480.000 <br />
174 326.400 640.000 966.400 97,33% 2,67% 140.160.000 3.840.000 <br />
175 320.000 640.000 960.000 97,78% 2,22% 140.800.000 3.200.000 <br />
176 313.600 640.000 953.600 98,22% 1,78% 141.440.000 2.560.000 <br />
177 307.200 640.000 947.200 98,67% 1,33% 142.080.000 1.920.000 <br />
178 300.800 640.000 940.800 99,11% 0,89% 142.720.000 1.280.000 <br />
179 294.400 640.000 934.400 99,56% 0,44% 143.360.000 640.000 <br />
180 288.000 640.000 928.000 100,00% 0,00% 144.000.000 - <br />
154.950.400 <br />
<br />
17<br />
PENJELASAN RUMUS AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH <br />
1. Porsi Awal Nasabah adalah DP yang dibayar oleh nasabah. Jumlah uang yang disertakan nasabah dalam kerjasama pembelian aset. Penyertaan dana nasabah dalam pembelian aset tersebut diharapkan oleh bank syariah sebesar 20% dari total harga aset. Dana nasabah merupakan besaran kepemilikan nasabah terhadap aset tersebut. Jumlahnya = Rp. 28.800.000,- <br />
2. Porsi Awal Bank Syariah adalah jumlah uang yang disertakan bank syariah dalam kerjasama pembelian aset. Dana tersebut merupakan besaran pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada nasabah. Besaran dana bank syariah merupakan porsi kepemilikan bank syariah atas aset. 80% yang dibayar kepada developer. Jumlahnya = Rp. 115.200.000,- <br />
3. Harga Jual Rusun dari Developer (Rp 144.000.000) adalah total harga aset dari developer yang menjadi obyek kerjasama pembelian antara bank syariah dan nasabah. Harga ini tidak ada kenaikan harga dari bank syariah ke nasabah. <br />
4. Rate Margin Sewa (15%) adalah besaran persentase sewa atas aset yang dimiliki bank syariah yang menjadi keuntungan bagi bank syariah dalam pembiayaan kepada nasabah. Dalam teori yang sebenarnya, sewa merupakan harga sewa pasar. Sementara bank syariah menginginkan sewa adalah rate margin yang dapat mengcover biaya-biaya dan risiko-risiko yang timbul akibat dari pembiayaan. Disamping itu, di dalam bank syariah perlu mengcover cost of fund dari bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) <br />
5. Harga Sewa/Angsuran Sewa (Rp 1.440.000) adalah cicilan sewa yang dibayar oleh nasabah dari nilai kepemilikan bank syariah atas aset. Besaran sewa dihitung dari Rp 115.200.000,- dikali 15% (rate margin sewa) dibagi 12 (bulan) dikalikan 180 (bulan) dibagi 180 (bulan). Harga sewa akan terus menurun setiap bulan sesuai dengan penambahan porsi kepemilikan nasabah. <br />
6. Angsuran pokok adalah cicilan yang dibayar oleh nasabah dari nilai yang dibayar oleh bank syariah sebesar Rp 115.200.000,-. Besaran cicilan berasal dari Rp 115.200.000,- dibagi 180 bulan sama dengan Rp. 640.000,-. Nilai ini bersifat tetap selama 180 bulan. <br />
7. Angsuran per bulan adalah besaran angsuran yang harus dibayar nasabah setiap bulan. Ini merupakan penjumlahan dari harga sewa yang harus dibayar per bulan ditambah dengan angsuran pokok yang wajib dipenuhi oleh nasabah setiap bulan. Misal, sewa sebesar Rp 1.440.000, sedangkan angsuran pokok sebesar Rp 640.000, maka angsuran per bulan adalah (Rp 1.440.000 + Rp 640.000 = Rp 2.080.000). Jadi, angsuran per bulan adalah Rp 2.080.000,-. <br />
8. Rasio Kepemilikan Nasabah Bulan Pertama adalah besarnya modal nasabah yang dibayarkan dibagi dengan harga barang. (Rp <br />
<br />
18<br />
28.800.000/Rp 144.000.000 = 20%). Jadi rasio awal kepemilikan nasabah adalah sebesar 20%. Rasio kepemilikan nasabah akan bertambah setiap bulannya sesuai dengan penambahan angsuran pokok. <br />
9. Rasio Kepemilikan Nasabah Bulan ke-2 adalah besarnya modal nasabah yang dibayarkan, ditambah dengan angsuran pokok per bulan yang dibayarkan, dan ditambah dengan porsi sewa nasabah, kemudian dibagi dengan harga barang. Misal, besarnya kontribusi nasabah sebesar Rp 5.400.000, angsuran pokok Rp 810.372, porsi sewa nasabah adalah 4 persen, sementara harga barang adalah sebesar Rp 144.000.000, maka (Rp 5.400.000 + Rp 810.372 + 4% / Rp 144.000.000 = 5%). 5% adalah porsi kepemilikan nasabah di bulan ke-2. Dibulan ke-3 dan seterusnya mengikuti pola tersebut. <br />
10. Jangka Waktu Pembiayaan merupakan jangka waktu kerjasama dalam pembiayaan yang telah disepakati bersama. <br />
<br />
*** <br />
19<br />
<br />
<br />
<br />
IJARAH<br />
(Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah)<br />
1. Pendahuluan<br />
Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya dalam<br />
melayani produk pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produkproduk<br />
murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah memiliki<br />
kesamaan dengan pembiayaan murabahah karena termasuk dalam<br />
katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah kontrak jual<br />
beli.<br />
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek<br />
transaksi yang diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang<br />
menjadi objek transaksi adalah barang, seperti tanah, rumah, mobil dan<br />
sebagainya, sedangkan dalam pembiayan ijarah, objek transaksinya adalah<br />
jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga<br />
dengan skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya<br />
dapat melayani nasabah yang membutuhkan jasa.<br />
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik<br />
pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset<br />
terpenuhi dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus<br />
mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut.<br />
Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan<br />
akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki<br />
kemampuan keuangan.<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
3<br />
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna),<br />
bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip<br />
ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada<br />
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang,<br />
sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang dan jasa.<br />
2. Pengertian Ijarah<br />
Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan<br />
atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa1.<br />
Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang<br />
mengambil manfaat dengan jalan penggantian2.<br />
Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan<br />
manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa<br />
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan<br />
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada<br />
perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang<br />
menyewakan kepada penyewa.<br />
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:<br />
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa<br />
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang<br />
mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah<br />
yang dibayarkan disebut ujrah.<br />
1 Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yari’ah, Kaki Langit,<br />
Bandung , 2004, hal. 246.<br />
2 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Jilid 3, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut, 1983, hal. 177.<br />
3 Ascarya, Akad dan Produk Syari’ah, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2007, hal.99.<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
4<br />
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu<br />
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu<br />
kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip<br />
dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa<br />
(lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut<br />
mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.<br />
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa<br />
perbankan syari’ah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai<br />
bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah<br />
3. Dasar Ijarah<br />
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong<br />
menolong mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan Hadits.<br />
Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin Khathab<br />
yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner<br />
dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di<br />
wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai langkah alternatif adalah<br />
membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan jizyah.<br />
Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah 4:<br />
a. Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32<br />
• <br />
<br />
<br />
4 Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari’ah, 2001<br />
DSN,MUI,BI, hal.54<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
5<br />
Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu?<br />
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka<br />
dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan<br />
sebagian mereka atas sebagaian yang lain beberapa derajat,<br />
agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagaian<br />
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa<br />
yang mereka kumpulkan .<br />
b. Al-Qur’an surat al-Baqarah : 233 :<br />
•<br />
• • <br />
Artinya : Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,<br />
tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran<br />
menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan<br />
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu<br />
kerjakan.<br />
c. Al-Qur’an surat al-Qashash : 26 :<br />
<br />
<br />
Artinya : Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku!<br />
Ambilah ia sebagai orang yang bekerja pada (kita), karena<br />
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil<br />
untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat<br />
dipercaya.<br />
c. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad<br />
saw. Bersabada :<br />
Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.<br />
d. Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi<br />
Muhammad saw. Bersabada :<br />
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah<br />
upahnya.<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
6<br />
e. Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi<br />
Muhammad saw. Bersabada :<br />
Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil<br />
pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan<br />
hal tersebut dan memerintahkan agar kami<br />
menyewakannya dengan emas atau perak.<br />
f. Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad<br />
saw. Bersabada :<br />
Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin,<br />
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau<br />
menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat<br />
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang<br />
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.<br />
g. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.<br />
h. Kaidah fiqh<br />
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan<br />
kecuali ada dalilyang mengharamkannya.<br />
i. Kaidah fiqh<br />
Artinya : Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus<br />
didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.<br />
4. Rukun dan Syarat Ijarah<br />
1. Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah5 :<br />
a. Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang<br />
menyewa aset dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik<br />
yang menyewakan aset.<br />
5 Ascarya, op.cit, hal. 99<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
7<br />
b. Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga<br />
sewa).<br />
c. Sighat yaitu ijab dan qabul.<br />
2. Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum<br />
Islam, sebagai berikut :<br />
a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan<br />
tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah<br />
pihak.<br />
b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung<br />
jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat<br />
memberi manfaat kepada penyewa.<br />
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti<br />
memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak<br />
dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.<br />
d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang<br />
ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila aset<br />
akan dijual harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir.<br />
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSNMUI/<br />
IV2000 tanggal 13 April 2000 Tentang Pembiayan Ijarah ditetapkan6<br />
:<br />
1. Rukun dan Syarat Ijarah :<br />
a. Pernyataan ijab dan qabul.<br />
b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak) : terdiri atas pemberi sewa<br />
(lessor, pemilik aset, Lembaga Keuangan Syariah) dan penyewa<br />
6 Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, op.cit, hal.55<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
8<br />
(Lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset,<br />
nasabah).<br />
c. Objek kontrak : pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan<br />
aset.<br />
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak<br />
yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai<br />
ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.<br />
e. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak<br />
yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang<br />
equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset (lembaga<br />
keuangan syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa<br />
(nasabah).<br />
2. Ketentuan Objek Ijarah :<br />
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.<br />
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam<br />
kontrak.<br />
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.<br />
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan<br />
syariah.<br />
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk<br />
menghilangkan jahalah (ketidak tahuan) yang akan mengakibatkan<br />
sengketa.<br />
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk<br />
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau<br />
identifikasi fisik.<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
9<br />
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada<br />
lembaga keuangan syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu<br />
yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan<br />
sewa dalam ijarah.<br />
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis<br />
yang sama dengan obyek kontrak.<br />
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan<br />
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.<br />
3. Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Nasabah dalam<br />
Pembiayaan Ijarah :<br />
- Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemberi sewa :<br />
a. Menyediakan aset yang disewakan.<br />
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.<br />
c. Penjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.<br />
- Kewajiban nasabah sebagai penyewa :<br />
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga<br />
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai<br />
dengan kontrak.<br />
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan<br />
(materiil)<br />
Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dan<br />
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak<br />
penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas<br />
kerusakan tersebut.<br />
5. Ijarah Muntahia Bi al-Tamlik<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
10<br />
Al-Ba’i wa al-ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan<br />
rangkaian dua buah akad, yakni akad al-ba’i dan akad al-ijarah muntahia<br />
bi al-tamlik. Al-ba’i merupakan akad jual beli, sedangkan al-ijarah<br />
muntahia bi al-tamlik merupakan kombinasi sewa menyewa (ijarah) dan<br />
jual beli atau hibah di akhir masa sewa7.<br />
Ijarah muntahia bi al-tamlik adalah transaksi sewa dengan<br />
perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode<br />
sehingga transaksi ini diakhiri dengan kepemilikan objek sewa8.<br />
Dalam ijarah muntahia bi al-tamlik, pemindahan hak milik<br />
barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :<br />
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan<br />
tersebut pada akhir masa sewa.<br />
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang<br />
disewaakan tersebut pada akhir masa sewa.<br />
Adapun bentuk alih kepemilikan ijarah muntahia bi al-tamlik<br />
antara lain :<br />
a. Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset<br />
dihibahkan kepada penyewa.<br />
b. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode<br />
sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat<br />
itu.<br />
c. Harga ekuivalent dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam<br />
periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.<br />
7 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan, PT.Raja Grafindo Persada,<br />
Jakarta, 2004, hal.149<br />
8 Ascarya, op.cit, hal.103<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
11<br />
d. Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan<br />
bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.<br />
6. Ijarah dan Leasing<br />
Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa<br />
terjadi pemindahan kepemilikan, sehingga banyak yang menyamakan<br />
ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah itu sama-sama<br />
mengacu hal ihwal sewa menyewa. Akan tetapi walaupun ada persamaan<br />
antara ijarah dengan leasing, terdapat beberapa karakteristik yang<br />
membedakannya, antara lain :<br />
a. Objek<br />
Objek yang disewakan dalam leasing hanya berlaku untuk sewa<br />
menyewa barang saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku<br />
untuk manfaat tenaga kerja. Sedangkan objek yang disewakan dalam<br />
ijarah bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan<br />
untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa dan untuk<br />
mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah mengupah. Objek<br />
yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat tenaga<br />
kerja.<br />
Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai<br />
cakupan yang lebiah luas daripada leasing.<br />
b. Metode Pembayaran<br />
Dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode<br />
pembayaran yaitu yang bersifat not contingent to formance artinya<br />
pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa.<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
12<br />
Pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang<br />
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent<br />
to formance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada<br />
kinerja objek yang disewa (not contingent to formance). Ijarah yang<br />
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut<br />
ijarah, gaji, sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak<br />
tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut jualah atau success<br />
fee9.<br />
c. Pemindahan Kepemilikan (Transfer of Title)<br />
Dari aspek perpindahan kepemilikan dalam leassing dikenal dua jenis<br />
yaitu operating lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan<br />
baik di awal maupun di akhir periode sewa dan financial lease.<br />
Ijarah sama seperti operating lease yakni tidak ada transfer of title<br />
baik di awal maupun di akhir periode, namun pada akhir sewa dapat<br />
dijual barang yang disewakan kepada nasabah yang dalam perbankan<br />
syariah dikenal dengan ijarah muntahia bi al-tamlik. Harga sewa dan<br />
harga jual disepakati pada awal perjanjian.<br />
7. Penutup<br />
Prinsip pokok (standar) minimal pembiayaan ijarah yang harus<br />
dipenuhi adalah sebagai berikut :<br />
a. Dalam akad ijarah, fisik dari komoditas yang disewakan tetap dalam<br />
kepemilikan yang menyewakan dan hanya manfaatnya yang dialihkan<br />
kepada penyewa. Sesuatu yang tidak dapat digunakan tanpa<br />
mengkonsumsinya tidak dapat disewakan, seperti uang, makanan,<br />
9 Adiwarman A. Karim, op.cit,hal.141<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
13<br />
bahan bakar dan sebagainya. Hanya aset-aset yang dimiliki oleh yang<br />
menyewakan dapat disewakan, kecuali diperbolehkan sub-lease<br />
(menyewakan kembali aset objek sewa yang disewa) dalam perjanjian<br />
yang dizinkan oleh yang menyewakan.<br />
b. Sampai waktu ketika aset objek sewa dikirim kepada penyewa, biaya<br />
sewa belum bisa digunakan.<br />
c. Selama periode sewa, yang menyewakan harus tetap menguasai objek<br />
sewa dan menanggung semua resiko dan hasil dari kepemilikan.<br />
Namun demikian, jika terjadi kerusakan atau kehilangan aset objek<br />
sewa karena kesalahan atau kelalaian penyewa, konsekwensinya<br />
ditanggung oleh penyewa.<br />
d. Asuransi/Takaful dari objek sewa harus atas nama orang yang<br />
menyewakan dan biaya asuransi juga ditanggung oleh yang<br />
menyewakan.<br />
e. Sewa dapat diakhiri sebelum waktunya, tetapi hanya dengan<br />
persetujuan kedua belah pihak.<br />
f. Masing-masing pihak yang membuat janji untuk membeli/menjual aset<br />
objek sewa dengan berakhirnya jangka waktu sewa atau lebih awal<br />
dengan harga dan ketentuan yang disepakati bersama dengan catatan<br />
bahwa perjanjian sewa tidak mensyaratkan penjualan.<br />
g. Besarnya biaya sewa harus disepakati di awal dalam bentuk yang jelas,<br />
baik untuk masa sewa penuh atau untuk periode tertentu dalam bentuk<br />
absolut.<br />
h. Penetapan biaya sewa saja tidak dibolehkan kecuali pada nilai par.<br />
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)<br />
14<br />
i. Kontrak sewa dapat dianggap berakhir jika aset objek sewa tidak lagi<br />
memberikan manfaatnya.<br />
j. Denda dapat disepakati ab intio dalam perjanjian sewa untuk<br />
keterlambatan pembayaran biaya sewa oleh penyewa.<br />
Apabila terjadi transaksi penjualan dan penyewaan kembali<br />
dilakukan secara ijarah berdasarkan nilai pasar yang wajar, perbedaan<br />
tersebut harus dialokasikan selama masa ijarah.<br />
Apabila transaksi penjualan dalam penyewaan kembali yang<br />
menimbulkan ijarah wa iqtina yang berarti menyewa dan setelah itu<br />
diakuisi oleh penyewa, maka bank harus mengalokasikan keuntungan atau<br />
kerugian yang timbul dari penjualan aset kepada nasabah dan<br />
menyewakan kembali selama jangka waktu sewa.<br />
<br />
Akad Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik atau<br />
dikenal dalam istilah ekonomi sebagai financing<br />
hire‐purchase adalah sebuah kajian fikih yang<br />
jarang dibahas secara kajian fiqih.Syaikh Al<br />
Musyaiqih membahasnya dalam pembahasan<br />
singkat namun padat dalam dua bagian.Artikel<br />
yang and abaca sekarang adalah bagian<br />
pertama dari dua tulisan<br />
[Zaid bin Tsabit Center]<br />
[www.direktori‐islam.com]<br />
[Penerjemah :Eko Mas Uri]<br />
[Juli 2009]<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 2<br />
1.DEFINISI<br />
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa<br />
menyewa yang berakhir dengan kepemilikan ada adalah sebuah istilah modern yang tidak<br />
terdapat dikalangan fuqaha terdahulu.<br />
Definisinya: Istilah ini tersusun dari dua kata;<br />
a. at-ta'jiir / al-ijaaroh (sewa)<br />
b. at-tamliik (kepemilikan)<br />
Kita akan mendefinisikan dua kata tersebut, setelah itu kita akan definisikan akad ini secara<br />
keseluruhannya.<br />
Pertama: at-ta'jiir menurut bahasa; diambil dari kata al-ajr ,yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan,<br />
dan juga dimaksudkan dengan pahala.Adapun al-ijaaroh: nama untuk upah, yaitu suatu yang<br />
diberikan berupa upah terhadap pekerjaan<br />
Sedangkan al-ijaaroh dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang mendatangkan manfaat<br />
yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang ditentukan ataupun yang disifati dalam sebuah<br />
tanggungan, atau akad terhadap pekerjaan yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo<br />
waktu yang jelas.<br />
Kita simpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi menjadi dua:<br />
1. sewa barang<br />
2. sewa pekerjaan<br />
Kedua: at-tamliik secara bahasa bermakna: menjadikan orang lain memiliki sesuatu.Adapun<br />
menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa.<br />
Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa<br />
dengan ganti atau tidak.<br />
Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli.<br />
Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan.<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 3<br />
Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian.<br />
Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut<br />
pinjaman.<br />
Ketiga: definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik” (persewaan yang berujung kepada<br />
kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah; kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa<br />
barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian<br />
kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas.<br />
Ungkapan mereka: kepemilikan suatu manfaat (jasa), inilah ijaaroh/sewa menyewa.<br />
Ungkapan mereka: diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang, ini<br />
adalah jual beli.<br />
Maka ini yang disebut persewaan yang berujung kepada kepemilikan (al ijarah al muntahia bit<br />
tamlik)<br />
2.PERKEMBANGAN Al IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK<br />
Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di Inggris, dan yang memulai bertransaksi<br />
dengan akad ini adalah seorang pedagang alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat<br />
musiknya yang diikuti dengan memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya<br />
jaminan haknya itu.<br />
Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke pabrik-pabrik, dan yang<br />
pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia alat-alat jahit di inggris.Selanjutnya<br />
berkembang, dan tersebar akad ini dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli<br />
barang-barang yang sudah jadi, lalu menyewakannya Kemudian setelah itu tersebar akad<br />
semacam ini dan pindah ke Negara-negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953<br />
masehi.Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus tersebar dan<br />
pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah.<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 4<br />
3.SEBAGIAN PERMASALAHAN FIKIH MENGENAI AKAD INI<br />
Sebelum masuk ke akad sewa yang berakhir kepada kepemilikan, harus ada pembahasan<br />
sebagian permasalahan fiqh yang dibangun atasnya akad ini.<br />
Karena orang –orang yang melarang akad ini -sebagaimana akan kita sebutkan pada bagianbagian<br />
akad ini - secara muthlak mengatakan: bahwa ia merupakan persyaratan sebuah akad di<br />
dalam suatu akad, dan ini tidak diperbolehkan menurut jumhur/kebanyakan ahli ilmu.<br />
Mereka mengatakan pula: ia mengandung keterkaitan akad jual beli dengan syarat yang<br />
akan datang, dan ini tidak boleh.<br />
Perkataan mereka: mengkaitkan hibah, adalah tidak boleh .<br />
Mereka berkata: ini dilandasi di atas janji dan konsekwensinya. Sedangkan janji tidak<br />
mesti wajib menurut jumhur<br />
Maka permasalahan seperti ini, kita mengisyaratkan kepada perkataan para ulama di dalamnya<br />
secara global, lantaran sebagaimana telah terdahulu akad ini –akad sewa yang berakhir kepada<br />
kepemilikan- dibangun di atas permasalahan-permasalahan ini, Jikalau kita mengetahui hukum<br />
seputar permasalahan-permasalahan ini akan terang bagi kita jawaban orang yang melarang akad<br />
semacam ini secara mutlak dengan seluruh macam dan gambarannya.<br />
Dan akan datang kepada kita, bahwa akad ini mempunyai tiga jenis:<br />
1. Jenis yang diharamkan<br />
2. Jenis yang dibolehkan<br />
3. Jenis yang diberikan pedoman-pedomannya oleh para ulama<br />
Mereka yang melarang keseluruhan jenis ini dan gambaran-gambaran akad sewa yang berujung<br />
kepada kepemilikan semua, berpegang pada permasalahan-permasalahan fiqh yang telah<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 5<br />
disebutkan, dan kita akan mengupas permasalahan ini secara global sebelum menyebutkan akad<br />
sewa yang berakhir kepada kepemilikan.<br />
3.1 Syarat manfaat/jasa<br />
Telah berlalu bagi kita tentang kaidah-kaidah bahwa asal syarat-syarat dalam akad jual beli<br />
adalah sah, dalillnya firman Allah 'Azza wa jalla:<br />
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu" (QS. Al-Maidah:1)<br />
Pemenuhan terhadap akad mencakup pemenuhan dengan pokok dan sifatnya, termasuk sifat akad<br />
adalah syarat yang ada di dalamnya, Dan juga dalam hadits Abi Hurairoh radhiallahu ‘anhu,<br />
Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda;<br />
" Kaum muslimin tergantung pada syarat-syarat mereka"<br />
Pengertian syarat dalam jual beli : syarat dalam akad jual beli adalah apa yang disyaratkan oleh<br />
salah seorang dari dua pihak dengan mendapatkan maslahat di dalamnya.<br />
Tempatnya: telah terdahulu penyebutannya bahwa tempat syarat-syarat ini sah dilakukan<br />
sebelum akad (transaksi), dan sah pula jika ketika pas akad, juga sah dilakukan pada waktu dua<br />
khiyar (bebas memilih), waktu khiyar syarat dan saat khiyar majlis (tempat akad)<br />
Pembagian syarat-syarat dalam akad: syarat-syarat dalam jual beli terbagi menjadi empat<br />
macam.<br />
Pertama: Syarat yang mengharuskan adanya akad. Ini adalah sah berdasarkan ijma'<br />
(kesepakatan), oleh karena itu tidak menyebutkannya dalam kitab-kitab ringkasan mereka, dan<br />
hanya menyebutkannya di kitab-kitab besar, dan penyebutan syarat ini hanya berupa penjelasan<br />
dan penegasan.<br />
Contohnya; Persyaratan agar harga dibayar tunai, maka jikalau penjual berkata: 'Saya menjual<br />
rumah ini kepada anda dengan syarat dibayar tunai' Maka syarat semacam ini tidak perlu,<br />
karena konsekwensi dari akad adalah harga dibayar langsung dan bukan ditunda, jika ingin<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 6<br />
ditunda pembayarannya maka bagi penjual berhak mensyaratkan agar tidak ditunda<br />
pembayarannya.<br />
Begitu pula sang pembeli jika mengatakan; "Saya beli mobil dengan syarat saya ambil langsung<br />
sekarang" Ini juga termasuk syarat yang berkonsekwensi terjadinya akad. Lantaran pada asalnya<br />
seorang pembeli bisa langsung memilikinya saat itu juga, adapun jika ingin mengakhirkannya<br />
maka boleh ia mensyaratkannya.<br />
Kedua : Syarat maslahat, sama saja apakah maslahat itu kembali kepada akadnya atau salah<br />
seorang dari dua pihak yang bertransaksi, syarat ini juga sah dengan kesepakatan para<br />
imam/ulama.<br />
Contohnya: Syarat dalam gadai, jaminan atau tanggungan, keseluruhan syaratnya sah,<br />
sebagaimana jika seandainya sang pembeli berkata: "Saya mensyaratkan agar harga dibayar<br />
belakangan', lantas sang penjual mengatakan; “Saya mensyaratkan agar anda memberikanku<br />
barang jaminan (gadai)"<br />
Ketiga: Syarat sifat/kriteria dalam barang dagangan atau harga, ini juga sah dengan kesepakatan<br />
para imam. Maka jika ia berkata: "Saya beli mobil dengan syarat kecepatan laju mobilnya begini<br />
dan begini, dan modifnya seperti ini dan ini, kekuatan mesinnya segini dan segini”. Ini<br />
merupakan syarat sifat/kriteria yang dibolehkan meskipun mensyaratkan dengan seratus syarat.<br />
Kesemua syarat ini sah dan para imam bersepakat atas hal itu.<br />
Keempat: Syarat manfaat/jasa, inilah yang diperselisihkan oleh para ulama, contohnya; dia<br />
mengatakan; "Saya jual mobil ini kepada anda dengan syarat saya menggunakannya untuk waktu<br />
satu atau dua hari, atau manfaat itu berlaku untuk sang penjual. Lalu pembeli berkata: "Saya beli<br />
dari anda mobil dengan syarat anda mencucinya atau memperbaiki yang rusak yang ditemukan<br />
di dalamnya"<br />
Hukumnya: Para ulama berselisih di dalamnya;<br />
1. Madzhab yang paling keras dalam masalah ini adalah madzhab syafi'iyah: mereka tidak<br />
memperbolehkan ada syarat<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 7<br />
2. Madzhab Hanbali, tidak memperbolehkan melainkan dengan satu syarat saja, yakni sah jika<br />
mensyaratkan satu syarat saja, sama saja syaratnya pada barang dagangan atau pada penjualnya,<br />
dan tidak boleh terkumpul dua syarat.<br />
Dalil mereka; karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda; "Tidak halal salaf (jual beli<br />
dengan tempo waktu tertentu) dan jual beli, tidak pula dua syarat dalam sebuah jual beli"<br />
Mereka berkata; "Menggabungkan dua syarat dari syarat-syarat yang mendatangkan manfaat<br />
tidak boleh"<br />
3. Madzhab Malikiyah berkata: boleh mensyaratkan dengan syarat yang mudah/sedikit, jika<br />
banyak tidak boleh.<br />
4. Madzhab Hanafiyah; Jika berlangsung interaksi manusia (adat kebiasaan) dengannya maka<br />
diperbolehkan, bila tidak, maka tidak diperbolehkan.<br />
5. Dan pendapat ulama yang paling longgar adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul<br />
Qayyim; merupakan riwayat lain dari madzhab hanbali; bahwasanya syarat-syarat yang<br />
mendatangkan manfaat itu boleh, walaupun lebih dari dua syarat, seperti tiga atau empat syarat.<br />
Tarjih/yang terkuat:<br />
Pendapat inilah yang benar, dimana kita telah sebutkan kaidah bahwa pada asalnya syarat-syarat<br />
dalam jual beli hukumnya boleh, maka kalau ia mengatakan: "Saya beli dari anda sebuah mobil<br />
dengan syarat anda menservisnya, mencucinya serta memeriksanya dan seterusnya, mereka<br />
mengatakan; "Ini boleh dan tidak mengapa, atas dasar kaidah yang telah lalu dan kita telah<br />
sebutkan dalilnya. Dalam hadits Jabir radhiallahu ‘anhu (Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi<br />
wasalam memberikan syarat kepadanya agar menghantarkan onta yang dibeli darinya ke kota<br />
Madinah)<br />
Yang benar bahwa syarat-syarat dalam jual beli keseluruhannya diperbolehkan.<br />
3.2 Persyaratan suatu akad dalam akad<br />
Harus kita pahami dua permasalahan dahulu:<br />
Pertama: Permasalahan persyaratan satu jenis akad dalam satu akad<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 8<br />
Kedua: Menggabungkan dua akad dalam satu transaksi, maka hal ini tidaklah mengapa, yakni<br />
contohnya engkau mengatakan;" Saya jual kepada anda mobil ini dan saya sewakan untuk anda<br />
rumah ini dengan harga seratus ribu riyal. Kini anda menggabungkan jual beli beserta sewa<br />
dengan satu harga. Ini boleh, dibolehkan oleh madzhab hanbali dan maliki, namun ini tidak<br />
termasuk penyewaan yang berujung kepada kepemilikan sebagaimana yang akan datang.<br />
Akad sewa yang berakhir dengan kepemilikan: dua akad berbarengan dalam satu jenis. Disini<br />
terdapat dua akad dalam dua jenis, akan tetapi terkumpul di antara keduanya dalam satu transaksi<br />
jual beli dengan satu harga. Namun di dalam sewa yang berujung kepada kepemilikan yang<br />
dilarang Majma' Fiqh Islami dan Perkumpulan Ulama-ulama Besar di KSA, yaitu dua akad yang<br />
berbarengan dalam satu jenis,yakni akad jual beli dan akad sewa. Akan datang Insya Allah<br />
penjelasan hal itu, bagaimana terdapat akad jual beli? Dan bagaimana terdapat akad sewa?<br />
Sehingga menyebabkan mu'amalah ini tidak diperbolehkan..<br />
Maka, menghimpun dua akad dalam satu transaksi adalah boleh serta tidak mengapa, dan jika<br />
kita ingin memisahkan di antara keduanya, kita membagi harganya.<br />
Akan tetapi mensyaratkan akad dalam akad, menurut madzhab bahwa ini terlarang.<br />
Contohnya: Engkau mengatakan; "Saya jual kepada anda rumah ini dengan syarat anda<br />
menyewakan mobil anda kepadaku, atau saya sewakan kepada anda mobil ini dengan syarat<br />
anda menjual rumah anda kepadaku".<br />
Hukumnya: Sebagaimana madzhab hanbali melarangnya, juga ini merupakan pendapat<br />
kebanyakan ahli ilmu, bahwasanya ia tidaklah sah.<br />
Dalilnya:<br />
1. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam; "Tidak halal salaf (transaksi dengan jangka<br />
waktu) dan jual beli langsung, tidak juga dua syarat dalam satu jual beli".<br />
2. Juga perkataan mereka; "Sesungguhnya ini merupakan dua transaksi dalam satu jual beli<br />
yang telah dilarang Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam"<br />
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim memilih pendapat yang juga merupakan pilihan<br />
As-Sa'di, suatu pendapat madzhab Maliki dan Hanbali,bahwa ini diperbolehkan dan tidak<br />
mengapa, kecuali jika mengandung unsur larangan syari'at.<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 9<br />
Kandungan unsur larangan syari'at sebagaimana bila ia mengatakan; Saya berikan kepada anda<br />
pinjaman dengan syarat anda menjual kepadaku. Maka ini sebagaimana terdahulu termasuk ke<br />
dalam manfaat-manfaat hutang piutang yang diharamkan, dengan cara pemberi hutang<br />
mensyaratkan kepada orang yang berhutang suatu manfaat yang tidak diimbangi dengan selain<br />
hutang. Juga Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam ; "Tidak halal salaf dan jual beli"<br />
Maka ini adalah syarat akad dalam akad yang mengandung unsur larangan syar'I, oleh karena itu<br />
tidak dibolehkan, itu juga mengeluarkan hutang dari pembahasannya,<br />
Yang terkuat:<br />
Pendapat inilah yang benar. Bahwa mensyaratkan akad dalam akad adalah boleh dan tidak<br />
mengapa selama tidak mengandung unsur larangan syar'i.<br />
Kita mengambil dalil atas hal ini dengan apa yang telah disebutkan dari kaidah-kaidah yang<br />
terdahulu: Pada asalnya Mu'amalah-mu'amalah dan syarat-syarat yang terdapat di dalamnya itu<br />
boleh.<br />
Adapun dua syarat yang dilarang Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam atau dua transaksi jual beli<br />
dalam satu jual beli, maka Ibnul Qayyim dan Syaikhul islam membawa keduanya kepada jual<br />
beli 'Inah (riba), lantaran jual beli 'inah mengandung jual beli dalam tempo waktu dan jual beli<br />
langsung, juga mengandung dua syarat; syarat tempo waktu dan syarat langsung.<br />
3.3 Mengkaitkan akad jual beli dengan syarat yang akan datang.<br />
Contohnya; ia berkata: "Saya jual mobil ini kepada anda jika telah masuk bulan ramadhan, atau<br />
yang semisalnya.<br />
Hukumnya: Terdapat perbedaan dalamnya dua pendapat:<br />
A. Jumhur: berpendapat bahwasanya itu tidak diperbolehkan.<br />
Alasannya:Mereka mengatakan: "Ini menyelisihi konsekwensi akad, dimana konsekwensinya<br />
adalah segera (langsung) dan tidak terkait dengan apapun.<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 10<br />
B. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: berpendapat sahnya mengkaitkan akad jual beli dengan syarat<br />
yang akan datang.<br />
Dalilnya:<br />
1. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam di perang mu'tah: "Komandan kalian adalah<br />
Zaid, jika ia terbunuh maka digantikan oleh Ja'far, dan jika terbunuh juga maka<br />
digantikan oleh Abdulllah bin Rawahah"<br />
2. Bahwa pada asalnya; 'Syarat-syarat dalam akad itu sah'<br />
Yang terkuat:<br />
Ringkasnya bahwa mengkaitkan akad jual beli dengan syarat yang akan datang itu boleh dan<br />
tidak mengapa.<br />
3.4 Mengkaitkan akad hibah (pemberian) dengan syarat yang akan datang;<br />
Perbedaan dalam permasalahan ini mirip dengan perbedaan dalam permasalahan sebelumnya.<br />
A. Jumhur: Melarang hal tersebut, maka madzhab Hanafi, Syafi'I dan hanbali melarang hal itu,<br />
sebagai contoh: Jika ia berkata: "Saya berikan mobil ini jika telah masuk bulan ramadhan".<br />
Telah terdahulu, bahwa mereka mengatakan: Pokok dalam masalah akad adalah menjadi<br />
terlaksana<br />
B. pendapat madzhab Maliki; dan yang sependapat dengan ini al-Haritsy dari madzhab Hanbali<br />
dan juga merupakan pilihan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim; bahwa ini boleh<br />
dan tidak mengapa dengannya.<br />
Jika boleh hal itu dalam akad jual beli, maka kebolehannya dalam hibab tentu lebih utama,<br />
lantaran akad-akad berupa sumbangan –sebagaimana telah terdahulu- lebih luas daripada akadakad<br />
timbal balik.<br />
3.5 Hukum Janji dan konsekwensinya:<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 11<br />
Sesungguhnya akad sewa yang berakhir kepada kepemilikan dibangun diatas janji berupa<br />
kepemilikan.<br />
Maka, apakah memenuhi janji itu wajib ataukah tidak?<br />
Para ulama rahimahumullah dalam masalah ini ada lima pendapat, namun kita sebutkan tiga di<br />
antaranya yaitu:<br />
1. Jumhur Ahli Ilmu: Berpendapat bahwa menepati janji tidaklah wajib.<br />
Dalilnya: mereka mengatakan: "Tidak pernah diriwayatkan dari seorang salaf akan<br />
keharusannya". Ibnu Batthal dan lainnya mengatakan: "Secara umum para salaf tidak<br />
menyatakan keharusan memenuhi janji".<br />
2. Sekelompok dari ulama salaf, yang dipilih oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul<br />
Qayyim; bahwasanya memenuhi janji adalah wajib dan tidak boleh menyelisinya, ini juga yang<br />
dikatakan oleh Ishaq bin Rahawaih, Umar bin Abdul Aziz, serta Ibnu Syibrimah dari madzhab<br />
hanbali.<br />
Dalilnya:<br />
)) ﻮُﻘُﻌْﻟﺎِﺑ ْاﻮُﻓْوَأ ْاﻮُﻨَﻣﺁ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡﻳَأ ﺎَﻳ ِد (( ) ةﺪﺋﺎﻤﻟا : 1 .(<br />
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu" (QS. Al-Maidah:1)<br />
)) َنﻮُﻋاَر ْﻢِهِﺪْﻬَﻋَو ْﻢِﻬِﺗﺎَﻧﺎَﻣَﺄِﻟ ْﻢُه َﻦﻳِﺬﱠﻟاَو (( ) نﻮﻨﻣﺆﻤﻟا : 8 (<br />
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.<br />
)) َأ ﺎَﻳ َنﻮُﻠَﻌْﻔَﺗ ﺎَﻟ ﺎَﻣ اﻮُﻟﻮُﻘَﺗ نَأ ِﻪﱠﻠﻟا َﺪﻨِﻋ ًﺎﺘْﻘَﻣ َﺮُﺒَآ َنﻮُﻠَﻌْﻔَﺗ ﺎَﻟ ﺎَﻣ َنﻮُﻟﻮُﻘَﺗ َﻢِﻟ اﻮُﻨَﻣَﺁ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡﻳ (( ) ﻒﺼﻟا : 3،2 ( .<br />
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu<br />
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak<br />
kamu kerjakan.<br />
Hadits Abi Hurairoh dalam shahihain, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: "Tanda<br />
orang munafiq ada tiga" , di antaranya, ".. dan jika berjanji, ia menyelisihinya"<br />
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]<br />
www<br />
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 12<br />
3. Pendapan Malikiyah: Bahwasanya wajib menepatinya, jika ia memasukkan obyek janji pada<br />
kebinasaan, adapun jika tidak memasukkan obyek janji kedalam kebinasaan, sesungguhnya tidak<br />
wajib atas orang yang berjanji menepatinya.<br />
Dalilnya: mereka berdalil dengan kaidah: tidak ada bahaya dan membahayakan<br />
Yang terkuat:<br />
Yang paling dekat dalam hal ini adalah apa yang dikatakan syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan<br />
Ibnul Qayyim berupa wajibnya memenuhi janji.<br />
4.RINGKASAN<br />
Ringkasnya masalah ini adalah; bahwa menepati janji hukumnya wajib, dan bahwa<br />
mensyaratkan akad di dalam akad, mengkaitkan akad jual beli dengan syarat yang akan<br />
datang, mengkaitkan akad hibah dengan syarat yang akan datang, serta syarat-syarat<br />
dalam jual beli keseluruhannya adalah sah.<br />
Dengan ini menjadi jelas bahwa orang yang melarang akad sewa yang berujung kepada<br />
kepemilikan meskipun terdapat kaidah-kaidah sebagian ulama dan peneliti untuk meniadakan<br />
hal-hal yang terlarang secara syar'I dalam akad ini, sesungguhnya bukan suatu yang diarahkan,<br />
yakni: dari menutup pintu seluruhnya dan mengatakan: Bahwasanya mensyaratkan akad di<br />
dalam akad, sedangkan janji tidak wajib dipenuhi, dan didalamnya terdapat keterkaitan akad jual<br />
beli dengan syarat yang akan datang atau mengkaitkan akad hibah dengan syarat yang akan<br />
datang dan seterusnya, bahwasanya ini tidaklah diarahkan.<br />
Maka, menutup pintu atas dasar perbedaan dalam permasalahan-permasalahan ini dan sungguh<br />
sebagian ahli ilmu melarang dari hal itu. Menjadi terang tentang permasalahan-permasalahan ini,<br />
bahwa syarat-syarat kesemuanya adalah sah dan janji wajib dipenuhi, maka ketika itu, menutup<br />
pintu secara menyeluruh adalah tindakan yang tidakHiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8227727547189791879.post-80581929754229964162011-12-15T19:29:00.000-08:002011-12-15T19:29:24.937-08:00assalamu'alaikumblogger ini dibuat khusus untuk Himpunan mahasiswa Ekonomi Islam, tapi buat temen -temen yang mau share di blog ini tentang semua kegiatan dan materi-materi yang berhubungan dengan ekonomi Islam posting aja ya atau bisa langsung comment ..<br />
jangan sungkan-sungkan .. :)<br />
Salam EKIS ... HiMa EKIShttp://www.blogger.com/profile/16967189713739141781noreply@blogger.com0