Kelompok Kajian Ekonomi Syariah

Islamic Economics Direction

APLIKASI MUSYARAKAH DAN MUDHARABAH DALAM PERBANKAN SYARI‟AH

Oleh: Drs. Najamuddin, SH.,MH.
(Ketua Pengadilan Agama Simalungun)
I. Pendahuluan
Salah satu perkembangan baru dalam dunia ekonomi di Indonesia adalah tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi Islam. Satu di antaranya adalah perbankan Islam atau perbankan syari‟ah. Berdasarkan huruf a Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU No. 3 Tahun 2006), perkara bank syari‟ah termasuk kewenangan Pengadilan Agama.
“Secara akademik, istilah Islam dengan syari‟ah mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan bank syari‟ah mempunyai pengertian yang sama”.[1]” Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari‟at Islam”. Dari rumusan tersebut dipahami bahwa usaha pokok bank syari‟ah adalah mengadakan transaksi-transaksi dan produk-produk bank yang Islami, yakni yang terhindar dari riba, terhindar dari transaksi-transaksi bathil, juga terhindar dari prinsip-prinsip kezhaliman. Oleh karena itu, yang dimaksud bukan sekedar meng-arabkan istilah-istilah perbankan, tetapi lebih dari itu harus sejalan dengan prinsip-prinsip syari‟ah dimaksud.
Di antara bentuk-bentuk transaksi usaha dalam Islam adalah musyarakah dan mudharabah. Kedua bentuk transaksi ini lazim dipraktekkan dalam bank syari‟ah. Oleh sebab itu perlu dilihat bagaimana produk-produk tersebut berlaku dalam bank syari‟ah, yakni untuk memudahkan analisa apabila tertjadi sengketa para pihak.
II. Musyarakah dan Mudharabah
A. Musyarakah
1. Pengertian
Menurut Hanafiyah syirkah adalah : Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat mengenai pokok harta dan keuntungannya. Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah : Keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.
Menurut Hanabilah : Berkumpul dalam berhak dan berbuat hukum. Sedangkan menurut Syafi‟iyah : Tetapnya hak tentang sesuatu terhadap dua pihak atau lebih secara merata. Menurut Latifa M.Algoud dan Mervyn K. Lewis[7] musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. Sedangkan menurut Sofiniyah Ghufron dkk., al-musyarakah atau syirkah adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, di mana keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Meskipun rumusan yang dikemukakan para ahli tersebut redaksional berbeda, namun dapat difahami intinya bahwa syirkah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak, baik mengenai modal ataupun pekerjaan atau usaha untuk memperoleh keuntungan bersama.
Dasar hukum musyarakah antara lain firman Allah pada Surat An-Nisak ayat 12 yang artinya: dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu. dan juga hadits
Nabi SAW yang berbunyi: Artinya : Saya yang ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah satunya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari keduanya. HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim.
2. Macam-macam musyarakah
Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang pertama musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjaIi tanpa adanya akad antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia, seperti secara bersama-sama menerima hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersamasama menerima hibah atau menerima wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersama-sama menjadi ahli waris. Bentuk kedua adalah musyarakah yang lahir karena akad atau perjanjian antara pihak-pihak (syirkah al-“uqud). Ini ada beberapa macam:
a. Syarikat ‘inan, yaitu syarikat antara dua orang atau beberapa orang mengenai harta, baik mengenai modalnya, pengelolannya ataupun keuntungannya. Pembagian keuntungan tidak harus berdasarkan besarnya partisipasi, tetapi adalah berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian.
b. Syarikat mufawadhah, yaitu syarikat antara dua orang atau lebih mengenai harta, baik mengenai modal, pekerjaan ataupun tanggungjawab, maupun mengenai hasil atau keuntungan.
c. Syarikat wujuh, yakni syarikat antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan tingkat profesinal yang baik mengenai sesuatu pekerjaan/bisnis, dimana mereka membeli barang dengan kredit dan menjualnya secara tunai dengan jaminan reputasi mereka. Musyarakah seperti ini lazim juga disebut musyarakah piutang.
d. Syarikat a’maal, yaitu syarikat antara dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan bersama-sama dan membagi untung bersama berdasarkankesepakatan dalam perjanjian.
e. Definisi Musyarakah Mutanaqishah Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah mutanaqishah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Selain sejumlah angsuran yang harus dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.

b. Ketentuan Pokok Musyarakah Mutanaqishah
Di dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut.
Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai syarat dari pelaksanaan akad syirkah [1] masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama, [2] antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain, dan [3] dalam pencampuran pokok modal merupakan pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut.
Sementara berkaitan dengan unsur sewa ketentuan pokoknya meliputi; penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir), shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua pihak.
Dalam syirkah mutanaqishah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan, ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang.
c. Aspek Hukum Musyarakah Mutanaqishah
Lembaga perbankan adalah highly regulated industry, apalagi perbankan syariah selain terikat oleh rambu-rambu hukum positif sistem operasional bank syariah juga terikat erat dengan hukum Allah, yang pelanggarannya berakibat kepada kemadharatan di dunia dan akherat. Oleh karena uniknya peraturan yang memagari seluruh transaksi perbankan syariah tersebut, dalam kajian ini akan dicoba dibahas mengenai pelaksanaan akad terutama musyarakah mutanaqishah yang dapat dilaksanakan di bank syariah. Kajian ini dilakukan dengan melihat kesesuaiannya dengan hukum positif di Indonesia, yaitu hukum perdata KUH Perdata dan Hukum Islam. Sandaran hukum Islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah, pada saat ini, dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa). Karena di dalam akad musyarakah mutanaqishah terdapat unsur syirkah dan unsur ijarah.

Dalil hukum musyarakah adalah:
1. Al-Qur’an Surat Shad [38], ayat 24:
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."
2. Al-Qur’an Surat al-Ma’idah [5], Ayat 1:
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

3. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:
“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).



4. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
َنﻮُﻤِﻠْﺴ􀑧ُﻤْﻟاَو ﺎ􀑧ًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞ􀑧َﺣَأ ْوَأ ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﺤْﻠُﺻ ﱠﻻِإ َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َﻦْﻴَﺑ ٌﺰِﺋﺎَﺟ ُﺢْﻠﱡﺼﻟَاﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﻃْﺮَﺷ ﱠﻻِإ ْﻢِﻬِﻃوُﺮُﺷ ﻰَﻠَﻋ.

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
5. Kaidah fiqh:
ْنَأ ﱠﻻِإ ُﺔ􀑧َﺣﺎَﺑِﻹْا ِتَﻼَﻣﺎ􀑧َﻌُﻤْﻟا ﻰ􀑧ِﻓ ُﻞ􀑧ْﺻَﻷَا ﻰ􀑧َﻠَﻋ ٌﻞ􀑧ْﻴِﻟَد ﱠلُﺪ􀑧َﻳ ﺎَﻬِﻤْﻳِﺮْﺤَﺗ.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Dalil hukum Ijarah adalah:
1. Al-Qur’an Surat al-Zukhruf [43], ayat 32:
َﺴ􀑧َﻗ ُﻦ􀑧ْﺤَﻧ ،َﻚ􀑧ﱢﺑَر َﺖ􀑧َﻤْﺣَر َنْﻮُﻤِﺴ􀑧ْﻘَﻳ ْﻢ􀑧ُهَأ ،ﺎَﻴْﻧﱡﺪ􀑧ﻟا ِةﺎ􀑧َﻴَﺤْﻟا ﻲ􀑧ِﻓ ْﻢُﻬَﺘَﺸ􀑧ْﻴِﻌَﻣ ْﻢُﻬَﻨ􀑧ْﻴَﺑ ﺎَﻨْﻤ ُﺖ􀑧َﻤْﺣَرَو ،ﺎًّﻳِﺮْﺨ􀑧ُﺳ ﺎًﻀ􀑧ْﻌَﺑ ْﻢُﻬُﻀ􀑧ْﻌَﺑ َﺬ􀑧ِﺨﱠﺘَﻴِﻟ ٍتﺎ􀑧َﺟَرَد ٍﺾ􀑧ْﻌَﺑ َقْﻮ􀑧َﻓ ْﻢُﻬَﻀ􀑧ْﻌَﺑ ﺎ􀑧َﻨْﻌَﻓَرَوَنْﻮُﻌَﻤْﺠَﻳ ﺎﱠﻤِﻣ ٌﺮْﻴَﺧ َﻚﱢﺑَر.
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
2. Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2], ayat 233:
... ْﻢُﺘْﻴَﺗﺁﺎ􀑧َﻣ ْﻢُﺘْﻤﱠﻠ􀑧َﺳ اَذِإ ْﻢُﻜْﻴ􀑧َﻠَﻋ َحﺎ􀑧َﻨُﺟ َﻼ􀑧َﻓ ْﻢ􀑧ُآَدَﻻْوَأ اْﻮُﻌِﺿْﺮَﺘْﺴ􀑧َﺗ ْنَأ ْﻢ􀑧ُﺗْدَرَأ ْنِإَوٌﺮْﻴِﺼَﺑ َنْﻮُﻠَﻤْﻌَﺗﺎَﻤِﺑ َﷲا ﱠنَأ اْﻮُﻤَﻠْﻋاَو ،َﷲا اﻮُﻘﱠﺗاَو ،ِفْوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ.

3

“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
3. Al-Qur’an Surat al-Qashash [28], ayat 26:

ِإ ،ُﻩْﺮِﺟْﺄَﺘ􀑧ْﺳا ِﺖ􀑧َﺑَأﺂَﻳ ﺎَﻤُهاَﺪ􀑧ْﺣِإ ْﺖ􀑧َﻟﺎَﻗ َتْﺮَﺟْﺄَﺘ􀑧ْﺳا ِﻦ􀑧َﻣ َﺮ􀑧ْﻴَﺧ ﱠنُﻦْﻴِﻣَﻷْا ﱡيِﻮَﻘْﻟا.
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
4. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
ُﻪُﻗَﺮَﻋ ﱠﻒِﺠَﻳ ْنَأ َﻞْﺒَﻗ ُﻩَﺮْﺟَأ َﺮْﻴِﺟَﻷْا اﻮُﻄْﻋَأ.
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
5. Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

ُﻩَﺮْﺟَأ ُﻪْﻤِﻠْﻌُﻴْﻠَﻓ اًﺮْﻴِﺟَأ َﺮَﺟْﺄَﺘْﺳا ِﻦَﻣ.
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
6. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
َضْرَﻷْا يِﺮْﻜُﻧ ﺎﱠﻨُآ ﺎ􀑧َﻧﺎَﻬَﻨَﻓ ،ﺎ􀑧َﻬْﻨِﻣ ِءﺎ􀑧َﻤْﻟﺎِﺑ َﺪِﻌ􀑧َﺳﺎَﻣَو ِعْرﱠﺰ􀑧ﻟا َﻦِﻣ ْﻲِﻗاَﻮﱠﺴﻟا ﻰَﻠَﻋ ﺎَﻤِﺑ ْوَأ ٍﺐَهَﺬ􀑧ِﺑ ﺎ􀑧َﻬَﻳِﺮْﻜُﻧ ْنَأ ﺎ􀑧َﻧَﺮَﻣَأَو َﻚ􀑧ِﻟَذ ْﻦ􀑧َﻋ َﻢﱠﻠ􀑧َﺳَو ِﻪ􀑧ِﻟﺁَو ِﻪ􀑧ْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠ􀑧َﺻ ِﷲا ُلْﻮ􀑧ُﺳَرٍﺔﱠﻀِﻓ.
“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
ًﻻَﻼ􀑧َﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﺤْﻠُﺻ ﱠﻻِإ َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َﻦْﻴَﺑ ٌﺰِﺋﺎَﺟ ُﺢْﻠﱡﺼﻟَا َنﻮُﻤِﻠْﺴ􀑧ُﻤْﻟاَو ﺎ􀑧ًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞ􀑧َﺣَأ ْوَأ ﺎًﻣاَﺮَﺣ ﱠﻞَﺣَأ ْوَأ ًﻻَﻼَﺣ َمﱠﺮَﺣ ﺎًﻃْﺮَﺷ ﱠﻻِإ ْﻢِﻬِﻃوُﺮُﺷ ﻰَﻠَﻋ.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

4
8. Kaidah fiqh:
ﻰ􀑧􀑧َﻠَﻋ ٌﻞ􀑧􀑧ْﻴِﻟَد ﱠلُﺪ􀑧􀑧َﻳ ْنَأ ﱠﻻِإ ُﺔ􀑧􀑧َﺣﺎَﺑِﻹْا ِتَﻼَﻣﺎ􀑧􀑧َﻌُﻤْﻟا ﻲ􀑧􀑧ِﻓ ُﻞ􀑧􀑧ْﺻَﻷَاﺎَﻬِﻤْﻳِﺮْﺤَﺗ.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

ِﺢِﻟﺎَﺼَﻤْﻟا ِﺐْﻠَﺟ ﻰَﻠَﻋ ٌمﱠﺪَﻘُﻣ ِﺪِﺳﺎَﻔَﻤْﻟا ُءْرَد
“Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
Kajian pada KUH Perdata:
Melihat pada ketentuan pokok akad musyarakah dan ijarah di atas, keduanya memiliki kesesuaian dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian diberi pengertian sebagai “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dimana pihak satu berjanji kepada pihak lain atau dimana dua orang yang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam hal ini adalah bank syariah dan nasabah saling berjanji.
Dari peristiwa itulah timbul suatu hubungan antara dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menimbulkan perikatan. Pihak yang satu dapat menuntut realisasi dari apa yang diperjanjikan oleh pihak lain dan dapat menuntutnya di depan hakim jika tuntutan dari apa yang diperjanjikan itu tidak dipenuhi secara sukarela.
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”, pasal ini memberikan kebebasan untuk membuat berbagai macam perjanjian yang isinya tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Pasal inilah yang mendasari lahirnya perjanjian-perjanjian seperti perjanjian yang dibuat oleh pihak bank dan pihak pengguna jasa layanan bank yang berfungsi sebagai undang-undang bagi para pihak.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian menjadi sah dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku ketiga Tentang Perikatan bab kedua bagian kedua tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya perjanjian yang dimulai dari pasal 1320 sampai dengan pasal 1337. Secara garis besar syarat-syarat tersebut dapat dilihat pada pasal 1320, yang menyebutkan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Syarat-syarat yang disebutkan pada pasal 1320 di atas dapat dibedakan menjadi syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat yang disebutkan pertama pada pasal 1320 disebut syarat subjektif yang apabila syarat tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling) sedangkan dua syarat yang
5
terakhir disebut syarat objektif yang apabila ternyata tidak terpenuhi maka perjanjian akan batal demi hukum (null and void) yang artinya perjanjian tersebut tidak pernah ada atau dengan kata lain usaha pihak yang disebut di dalam perjanjian gagal melahirkan suatu perikatan. Apabila syarat sah perjanjian tersebut sudah terpenuhi semua maka perjanjian tersebut sudah dapat dikatakan sah.
d. Ilustrasi Musyarakah Mutanaqishah
d.
Dari berbagai macam syarikah tersebut, Syafi‟iyah menolak syarikah wujuh dengan alasan bahwa pada dasarnya dalam suatu syarikah harus ada modal ataupun pembagian beban usaha ataupun pekerjaan, hal mana tidak ada pada syarikah wujuh.

3. Rukun dan Syarat Syarikat Al-‘Uqud
Menurut Hanafiyah untuk terjadinya syarikah al-‘uqud, maka harus ada ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur, rukunnya ada tiga, yaitu: a. Dua orang yang berakal sehat, b. Objek yang diperjanjikan dan c. Lafaz akad yang sesuai dengan isi. Lebih lanjut Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad pada umumnya adalah al-‘aqidaini, mahallu al-‘aqd dan sighat al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa Az-Zarqa menambah satu lagi, yakni maudhu’ al-‘uqd (tujuan akad).
Sedangkan syarat syarikat al-‘uqud pada umumnya adalah:
a. Harus mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan
b. Pembagian keuntungan yang jelas
c. Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada besar kecilnya modal atau kewajiban.
C. Musyarakah Pada Bank Syari‟ah
Pada bank syari‟ah terdapat berbagai bentuk produk/usaha yang didasarkan kepada ketentuan-ketentuan syari‟ah, antara lain musyarakah.
1. Bentuk-bentuk usaha musyarakah pada Bank Syari‟ah
Di antara bentuk usaha musyarakah pada bank syari‟ah, antara lain:
a. Pada Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari‟ah :
1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
2) Memberikan fasilitas letter of credit (L/C)
3) Penyertaan modal dengan perusahaan atau bank yang lain yang juga
mendasarkan usahanya kepada prinsip-prinsip syari‟ah.
b. Pada BPR Berdasarkan Prinsip-prinsip Syari‟ah :
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, ini dapat berupa :
a. Tabungan
b. Deposito berjangka.
2) Melakukan penyaluran dana melalui bagi hasil.

III. Upaya Perbankan Syari‟ah Memelihara Prinsip-prinsip Syari‟ah Meskipun suatu lembaga telah menyandang nama syari‟ah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Dalam menjalankan usahanya Bank Berdasarkan Prinsip-prinsip Syari‟ah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syari‟ah tersebut tetap terpelihara dalam operasionalnya. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut dapat dikemukakan antara lain :
A. Melalui struktur organisasi
Dalam struktur organisasi bank syari‟ah, ada lembaga yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan pengawasan terhadap operasional bank syari‟ah, yakni Dewan Pengawas Syari‟ah. Lembaga ini biasanya ditempatkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Anggota Dewan Pengawas Syari‟ah ditetapkan oleh Rapat Pemegang Saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari Dewan Syari‟ah Nasional. Dewan Pengawas Syari‟ah bertugas meneliti produk-produk baru bank syari‟ah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syari‟ah.
Selain Dewan Pengawas Syari‟ah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syari‟ah Nasional (DSN).Lembaga ini didirikan pada tahun 1997, merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia yang ketua dan sekretaris umumnya secara ex oficio dijabat oleh Ketua dan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia. Tugas lembaga ini antara lain adalah :
1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syari‟ah, seperti bank syari‟ah, asuransi
syari‟ah, reksadana syari‟ah, modal ventura dan lain-lain.
2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syari‟ah yang diajukan oleh manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Pengawas Syari‟ah.
3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh Dewan Pengawas Syari‟ah dalam mengawasi bank-bank syari‟ah.
4. Merekomendir para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota Dewan Pengawas Syari‟ah.
Dalam melaksanakan fungsinya DSN dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syari‟ah yang bersangkutan apabila lembaga tersebut menyimpang dari garis panduan yang ditetapkan. Hal ini terjadi antara lain apabila Dewan Syari‟ah Nasional menerima laporan dari Dewan Pengawas Syari‟ah tentang penyimpangn tersebut.
B. Melalui Bisnis Usaha Yang Dibiayai
Upaya lainnya dari bank syari‟ah untuk menjaga agar usaha yang dijalankan tetap sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari‟ah adalah melalui bisnis usaha yang dibiayai. Sebelum menyetujui usul pembiayaan oleh bank syari‟ah, lebih dahulu diseleksi hal-hal yang berhubungan dengan usaha pembiayaan tersebut. Ini dilakukan agar jangan sampai usaha yang dibiayai bertentangan dengan prinsip-prinsip syari‟ah. Hal-hal yang diperhatikan sebelum menyetujui usul pembiayaan tersebut antara lain adalah :
1. Apakah obyek pembiayaan halal atau haram.
2. Apakah obyek pembiayaan menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.
3. Apakah berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila.
4. Apakah obyek berkaitan dengan perjudian.
5. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata illegal atau berorientasi pada pembangunan senjata pemusnah massal.
6. Apakah proyek dapat merugikan syi‟ar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani,
Jakarta, 2001.
Pasal 28 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syari’ah, tanggal 12 Mei 1999.
Pasal 27 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Berdasarkan Prinsip Syari’ah, tanggal 12 Mei 1999.
RI, Departemen Agama, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur‟an, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1995.
Muhammad Syafi‟i Antonio,Op.cit., halaman 27.

MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

Bagan Alur
pembiayaan musyarakah mutanaqishah
1. Negosiasi Angsuran dan Sewa
2. Akad/kontrak Kerjasama
3. Beli barang (Bank/nasabah)
4. Mendapat Berkas dan Dokumen
5. Nasabah Membayar Angsuran dan Sewa
6. Bank Syariah Menyerahkan Hak Kepemilikannya
Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah untuk pengadaan suatu barang, adalah:
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalam pembiayaan/pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah dengan menjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan per bulan nasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang sebut. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif

6
pengajuan pembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah ditentukan dalam pembiayaan syariah.
2. Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barang tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif.
3. Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, maka bank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan (offering letter) yang didalamnya antara lain:
a. Spesifikasi barang yang disepakati;
b. Harga barang;
c. Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan;
d. Jangka waktu pelunasan pembiayaan;
e. Cara pelunasan (model angsuran);
f. Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah.
4. Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungi distributor/agen untuk ketersediaan barang tersebut sesuai dengan spesifikasinya.
5. Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah antara bank dan nasabah yang memuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewa dan sekaligus pengikatan jaminan berupa barang yang diperjualbelikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya.

Penyerahan barang dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah bank dan nasabah melunasi harga pembelian barang kepada distributor/agen. Setelah barang diterima bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati.
e. Simulasi Model Musyarakah Mutanaqishah
Rumus akad musyarakah mutanaqishah
1. P = B0 + C0
P : Harga Barang
B0 : Nilai Kontribusi Bank Syariah
C0 : Nilai Kontribusi Nasabah
Dimana:
C0 = C0
C1 = C0 + r0R + A
C2 = C1 + r1R + A
C3 = C2 + r2R + A
....................

7

Cn = Cn-1 + rn-1R + A
Dimana:
C0 = C0
C1 = C0 + r0R + A
C2 = C0 + r0R + A + r1R + A = C0 + R(r0 + r1) + 2A
C3 = C0 + r0R + A + r1R + A + r3R + A = C0 + R(r0 + r1 + r2) + 3A
..................................
Cn = C0 + R(r0 + r1 + r2 + ... + rn-1) + nA
Cn = C0 + (C0 + C1 + C2 + ... + Cn-1) + nA karena ri =
Oleh karena , maka
C1 = C0 + xC0 + A = (1 + x)C0 + A
C2 = C0 + x(C0 + C0 + xC0 + A) + 2A = (1 + 2x + x2)C0 + (x+2)A
C3 = C0 + x[C0 + C0 + xC0 + A + C0 + (C0 + C0 + xC0 + A) + 2A] + 3A
= (1 + 3x + 3x2 + x3)C0 + (x2 + 3x + 3)A
.........................
Untuk itu:
C1 = (1+x)C0 + A
C2 = (1+x)2C0 + (x + 2)A
C3 = (1+x)3C0 + (x2 + 3x + 3)A
C4 = (1+x)4C0 + (x3 + 4x2 + 6x + 4)A
........................

2. M = R + A
M : Total pembayaran per periode
R : Sewa per periode
A : Pembayaran angsuran nasabah per periode



8


untuk itu


Jadi, M
3. ri = Ci/P
ri : Rasio kepemilikan nasabah
Ci : nilai kepemilikan nasabah
P : Harga barang
4.

A : Angsuran per bulan
x : R/P
n : Jangka Waktu
C0 : Nilai Kontribusi Nasabah
5. Internal Rate Return (IRR)
Simulasi model terlampir
f. Risiko yang timbul dalam Musyarakah Mutanaqishah
1. Risiko kepemilikan
Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqishah, status kepemilikan barang masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqishah, dimana kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang.
Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama.
2. Risiko Regulasi

9

Praktek musyarakah mutanaqishah untuk pembiayaan barang terikat dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satu regulasi yang diberlakukan untuk pola musyarakah mutanaqishah adalah masalah pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kepemilikan barang.
Pengenaan PPN didasarkan atas Undang-undang No. 18 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983. Dimana penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan obyek pajak di dalam UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini menyatakan bahwa segala jenis barang, berwujud baik bergerak ataupun tidak bergerak, maupun barang tidak berwujud merupakan obyek PPN.
Pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah berpotensi kena pajak dilihat dari beberapa ketentuan berikut ini, yaitu:
Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atas hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak bersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN pada jasa perbankan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Yaitu, jasa-jasa yang merupakan kegiatan pokok perbankan yang tidak bisa dilakukan oleh lembaga non bank.
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990, berkaitan dengan batasan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN.
3. Risiko Pasar
Ketentuan pasar akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga suatu barang. Perbedaan wilayah atas kerjasama muasyarakah tersebut akan

10

menyebabkan perbedaan harga. Jadi bank syariah tidak bisa menyama-ratakan harga di. Disamping itu, Dalam pembiayaan kepemilikan barang dengan skim musyarakah mutanaqishah merupakan bentuk pembelian barang secara bersama-sama antara pihak bank syariah dengan nasabah. Dimana kepemilikan bank akan berkurang sesuai dengan besaran angsuran yang dilakukan nasabah atas pokok modal bank bersangkutan. Disamping besaran angsuran yang harus di bayar nasabah, dalam skim musyarakah mutanaqishah terdapat harga sewa yang harus di bayar nasabah tiap bulannya sebagai kompensasi keuntungan bank.
Dalam sewa dapat berfluktuasi sesuai dengan situasi dan kondisi saat berlangsungnya akad kerjasama tersebut. Sewa yang ditentukan atas obyek barang akan dipengaruhi oleh; [1] waktu terjadinya kesepakatan, [2] tempat/wilayah, [3] supply dan demand atas barang tersebut.
4. Risiko Kredit (pembiayaan)
Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqishah yang dilakukan dengan cara mengangangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Dimana dimungkinkan tejadinya wan prestasi dari pihak nasabah yang tidak mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya kerugian pihak bank syariah.

g. Keunggulan dan Kelemahan Musyarakah Mutanaqishah
Penerapan akad musyarakah mutanaqishah memiliki beberapa keunggulan sebagai pembiayaan syariah, diantaranya adalah:
1. Bank Syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi obyek perjanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah dan nasabah akan saling menjaga atas aset tersebut.
2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa yang telah ditetapkan atas aset tersebut.
3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar.
4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga pasar pada perbankan konvensional.
5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga saat terjadinya inflasi.

Adapun kelemahan yang muncul dalam akad musyarakah mutanaqishah ketika diterapkan sebagai bentuk pembiayaan syariah adalah:
1. Risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, baik pajak atas hak tanggungan atau pajak atas bangunan, serta biaya-biaya lain yang mungkin dapat menjadi beban atas aset tersebut.
2. Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad.
Cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan menjadi ringan tahun-tahun berikutnya.

11
h. Penutup
Pada skim konvensional dan murabahah, tingkat harga cicilan barang yang menentukan tingkat keuntungan Bank. Cicilan ini dipengaruhi oleh harga pokok barang, harga barang yang dibeli nasabah, lamanya cicilan dan besarnya Down-Payment (DP).
Pada skim murabahah, tingkat suku bunga dan waktu pencicilan menjadi bench mark terhadap besarnya margin penjualan pada harga barang yang dibeli nasabah. Dimana tingkat cicilan bersifat tetap untuk jangka waktu tertentu.
Pihak Bank lebih menyenangi waktu pencicilan (pelunasan) dibawah 10 tahun daripada lebih dari 10 tahun. Hal ini disebabkan adanya resiko bahwa nilai uang yang dikaitkan dengan waktu dan kemungkinan tidak mismatch antara asset dan likuiditas akibat perubahan yang terjadi pada besarnya margin dari hasil pembiayaan dan bagi hasil yang harus dibayar kepada pihak ketiga yang berasal dari dana pihak ketiga.
Dalam kaitannya misalnya dengan harga sebuah rumah, ada survey dari suatu lembaga bahwa masyarakat menginginkan cicilan bersifat flat (tetap), DP sebesar 15 % dari harga rumah/barang dan cicilan tidak lebih besar dari 20 % pendapatan.
Bagaimana dengan penerapan skim musyarakah mutanaqisah? Skim ini cocok untuk waktu yang panjang melebihi 10 tahun pelunasan. Bagi Bank, keuntungan didapat bukan dari nilai cicilan tapi nilai sewa. Dengan waktu yang panjang nilai cicilan akan rendah sedangkan sewa bisa disesuaikan untuk kurun waktu tertentu.
Bagi Bank Syariah, penerapan skim musyarakah mutanaqisah harus mendapatkan keuntungan sama atau lebih besar apabila Bank menerapkan murabahah plus resiko yang sama atau lebih kecil.
12
TABEL PEMBIAYAAN RUMAH
Dengan Akad Musyarakah Mutanaqishah
Porsi Nasabah Awal 28.800.000
Porsi Bank Syariah Awal 115.200.000
Harga Jual Rusun dari Developer 144.000.000
Rate Margin Sewa 15,00%
Harga Sewa (bulan) 1.440.000
Angsuran Pokok (bulan) 640.000
Jangka Waktu Pembiayaan (bulan) 180
IRR 0,0100
Bln Sewa Angsuran Pokok Angsuran per Bulan Rasio Porsi Nasabah Rasio Porsi Bank Porsi Nasabah Porsi Bank
A B C D E F G
20,00% 80,00% 28.800.000 115.200.000
1 1.440.000 640.000 2.080.000 20,44% 79,56% 29.440.000 114.560.000
2 1.427.200 640.000 2.067.200 20,89% 79,11% 30.080.000 113.920.000
3 1.420.800 640.000 2.060.800 21,33% 78,67% 30.720.000 113.280.000
4 1.414.400 640.000 2.054.400 21,78% 78,22% 31.360.000 112.640.000
5 1.408.000 640.000 2.048.000 22,22% 77,78% 32.000.000 112.000.000
6 1.401.600 640.000 2.041.600 22,67% 77,33% 32.640.000 111.360.000
7 1.395.200 640.000 2.035.200 23,11% 76,89% 33.280.000 110.720.000
8 1.388.800 640.000 2.028.800 23,56% 76,44% 33.920.000 110.080.000
9 1.382.400 640.000 2.022.400 24,00% 76,00% 34.560.000 109.440.000
10 1.376.000 640.000 2.016.000 24,44% 75,56% 35.200.000 108.800.000
11 1.369.600 640.000 2.009.600 24,89% 75,11% 35.840.000 108.160.000
12 1.363.200 640.000 2.003.200 25,33% 74,67% 36.480.000 107.520.000
13 1.356.800 640.000 1.996.800 25,78% 74,22% 37.120.000 106.880.000
14 1.350.400 640.000 1.990.400 26,22% 73,78% 37.760.000 106.240.000

13
15 1.344.000 640.000 1.984.000 26,67% 73,33% 38.400.000 105.600.000
16 1.337.600 640.000 1.977.600 27,11% 72,89% 39.040.000 104.960.000
17 1.331.200 640.000 1.971.200 27,56% 72,44% 39.680.000 104.320.000
18 1.324.800 640.000 1.964.800 28,00% 72,00% 40.320.000 103.680.000
19 1.318.400 640.000 1.958.400 28,44% 71,56% 40.960.000 103.040.000
20 1.312.000 640.000 1.952.000 28,89% 71,11% 41.600.000 102.400.000
21 1.305.600 640.000 1.945.600 29,33% 70,67% 42.240.000 101.760.000
22 1.299.200 640.000 1.939.200 29,78% 70,22% 42.880.000 101.120.000
23 1.292.800 640.000 1.932.800 30,22% 69,78% 43.520.000 100.480.000
24 1.286.400 640.000 1.926.400 30,67% 69,33% 44.160.000 99.840.000
25 1.280.000 640.000 1.920.000 31,11% 68,89% 44.800.000 99.200.000
26 1.273.600 640.000 1.913.600 31,56% 68,44% 45.440.000 98.560.000
27 1.267.200 640.000 1.907.200 32,00% 68,00% 46.080.000 97.920.000
28 1.260.800 640.000 1.900.800 32,44% 67,56% 46.720.000 97.280.000
29 1.254.400 640.000 1.894.400 32,89% 67,11% 47.360.000 96.640.000
30 1.248.000 640.000 1.888.000 33,33% 66,67% 48.000.000 96.000.000
31 1.241.600 640.000 1.881.600 33,78% 66,22% 48.640.000 95.360.000
32 1.235.200 640.000 1.875.200 34,22% 65,78% 49.280.000 94.720.000
33 1.228.800 640.000 1.868.800 34,67% 65,33% 49.920.000 94.080.000
34 1.222.400 640.000 1.862.400 35,11% 64,89% 50.560.000 93.440.000
35 1.216.000 640.000 1.856.000 35,56% 64,44% 51.200.000 92.800.000
36 1.209.600 640.000 1.849.600 36,00% 64,00% 51.840.000 92.160.000
37 1.203.200 640.000 1.843.200 36,44% 63,56% 52.480.000 91.520.000
38 1.196.800 640.000 1.836.800 36,89% 63,11% 53.120.000 90.880.000
39 1.190.400 640.000 1.830.400 37,33% 62,67% 53.760.000 90.240.000
40 1.184.000 640.000 1.824.000 37,78% 62,22% 54.400.000 89.600.000
41 1.177.600 640.000 1.817.600 38,22% 61,78% 55.040.000 88.960.000
42 1.171.200 640.000 1.811.200 38,67% 61,33% 55.680.000 88.320.000
43 1.164.800 640.000 1.804.800 39,11% 60,89% 56.320.000 87.680.000
640.000 39,56% 60,44%

14
400 98.400 .960.000 .040.000
000 640.000 92.000 40,00% 60,00% .600.000 .400.000
600 640.000 85.600 40,44% 59,56% .240.000 .760.000
200 640.000 79.200 40,89% 59,11% .880.000 .120.000
800 640.000 72.800 41,33% 58,67% .520.000 .480.000
400 640.000 66.400 41,78% 58,22% .160.000 .840.000
000 640.000 60.000 42,22% 57,78% .800.000 .200.000
600 640.000 53.600 42,67% 57,33% .440.000 .560.000
200 640.000 47.200 43,11% 56,89% .080.000 .920.000
800 640.000 40.800 43,56% 56,44% .720.000 .280.000
400 640.000 34.400 44,00% 56,00% .360.000 .640.000
000 640.000 28.000 44,44% 55,56% .000.000 .000.000
600 640.000 21.600 44,89% 55,11% .640.000 .360.000
200 640.000 15.200 45,33% 54,67% .280.000 .720.000
800 640.000 08.800 45,78% 54,22% .920.000 .080.000
400 640.000 02.400 46,22% 53,78% .560.000 .440.000
000 640.000 96.000 46,67% 53,33% .200.000 .800.000
600 640.000 89.600 47,11% 52,89% .840.000 .160.000
200 640.000 83.200 47,56% 52,44% .480.000 .520.000
800 640.000 76.800 48,00% 52,00% .120.000 .880.000
400 640.000 70.400 48,44% 51,56% .760.000 .240.000
000 640.000 64.000 48,89% 51,11% .400.000 .600.000
600 640.000 57.600 49,33% 50,67% .040.000 .960.000
200 640.000 51.200 49,78% 50,22% .680.000 .320.000
800 640.000 44.800 50,22% 49,78% .320.000 .680.000
0 640.000 38.400 50,67% 49,33% .960.000 .040.000
0 0 640.000 32.000 51,11% 48,89% .600.000 .400.000
1 0 640.000 25.600 51,56% 48,44% .240.000 .760.000
2 0 640.000 19.200 52,00% 48,00% .880.000 .120.000
3 0 12.800 .520.000 .480.000
44 74 1.158.966.400 640.000 1.71.606.400 52,89% 47,11% 5676.160.000 8767.840.000
45 75 1.152.960.000 640.000 1.71.600.000 53,33% 46,67% 5776.800.000 8667.200.000
46 76 1.145.953.600 640.000 1.71.593.600 53,78% 46,22% 5877.440.000 8566.560.000
47 77 1.139.947.200 640.000 1.71.587.200 54,22% 45,78% 5878.080.000 8565.920.000
48 78 1.132.940.800 640.000 1.71.580.800 54,67% 45,33% 5978.720.000 8465.280.000
49 79 1.126.934.400 640.000 1.71.574.400 55,11% 44,89% 6079.360.000 8364.640.000
50 80 1.120.928.000 640.000 1.71.568.000 55,56% 44,44% 6080.000.000 8364.000.000
51 81 1.113.921.600 640.000 1.71.561.600 56,00% 44,00% 6180.640.000 8263.360.000
52 82 1.107.915.200 640.000 1.71.555.200 56,44% 43,56% 6281.280.000 8162.720.000
53 83 1.100.908.800 640.000 1.71.548.800 56,89% 43,11% 6281.920.000 8162.080.000
54 84 1.094.902.400 640.000 1.71.542.400 57,33% 42,67% 6382.560.000 8061.440.000
55 85 1.088.896.000 640.000 1.71.536.000 57,78% 42,22% 6483.200.000 8060.800.000
56 86 1.081.889.600 640.000 1.71.529.600 58,22% 41,78% 6483.840.000 7960.160.000
57 87 1.075.883.200 640.000 1.71.523.200 58,67% 41,33% 6584.480.000 7859.520.000
58 88 1.068.876.800 640.000 1.71.516.800 59,11% 40,89% 6585.120.000 7858.880.000
59 89 1.062.870.400 640.000 1.71.510.400 59,56% 40,44% 6685.760.000 7758.240.000
60 90 1.056.864.000 640.000 1.61.504.000 60,00% 40,00% 6786.400.000 7657.600.000
61 91 1.049.857.600 640.000 1.61.497.600 60,44% 39,56% 6787.040.000 7656.960.000
62 92 1.043.851.200 640.000 1.61.491.200 60,89% 39,11% 6887.680.000 7556.320.000
63 93 1.036.844.800 640.000 1.61.484.800 61,33% 38,67% 6988.320.000 7455.680.000
64 94 1.030.838.400 640.000 1.61.478.400 61,78% 38,22% 6988.960.000 7455.040.000
65 95 1.024.832.000 640.000 1.61.472.000 62,22% 37,78% 7089.600.000 7354.400.000
66 96 1.017.825.600 640.000 1.61.465.600 62,67% 37,33% 7190.240.000 7253.760.000
67 97 1.011.819.200 640.000 1.61.459.200 63,11% 36,89% 7190.880.000 7253.120.000
68 98 1.004.812.800 640.000 1.61.452.800 63,56% 36,44% 7291.520.000 7152.480.000
69 99 998.40806.400 640.000 1.61.446.400 64,00% 36,00% 7292.160.000 7151.840.000
7100 992.00800.000 640.000 1.61.440.000 64,44% 35,56% 7392.800.000 7051.200.000
7101 985.60793.600 640.000 1.61.433.600 64,89% 35,11% 7493.440.000 6950.560.000
7102 979.20787.200 640.000 1.61.427.200 65,33% 34,67% 7494.080.000 6949.920.000
7 972.80 640.000 1.6 52,44%65,78% 47,56% 34,22% 75 68

15
03 0 20.800 4.720.000 .280.000
04 0 640.000 14.400 66,22% 33,78% 5.360.000 .640.000
05 0 640.000 08.000 66,67% 33,33% 6.000.000 .000.000
06 0 640.000 01.600 67,11% 32,89% 6.640.000 .360.000
07 0 640.000 95.200 67,56% 32,44% 7.280.000 .720.000
08 0 640.000 88.800 68,00% 32,00% 7.920.000 .080.000
09 0 640.000 82.400 68,44% 31,56% 8.560.000 .440.000
10 0 640.000 76.000 68,89% 31,11% 9.200.000 .800.000
11 0 640.000 69.600 69,33% 30,67% 9.840.000 .160.000
12 0 640.000 63.200 69,78% 30,22% 00.480.000 .520.000
13 0 640.000 56.800 70,22% 29,78% 01.120.000 .880.000
14 0 640.000 50.400 70,67% 29,33% 01.760.000 .240.000
15 0 640.000 44.000 71,11% 28,89% 02.400.000 .600.000
16 0 640.000 37.600 71,56% 28,44% 03.040.000 .960.000
17 0 640.000 31.200 72,00% 28,00% 03.680.000 .320.000
18 0 640.000 24.800 72,44% 27,56% 04.320.000 .680.000
19 0 640.000 18.400 72,89% 27,11% 04.960.000 .040.000
20 0 640.000 12.000 73,33% 26,67% 05.600.000 .400.000
21 0 640.000 05.600 73,78% 26,22% 06.240.000 .760.000
22 0 640.000 99.200 74,22% 25,78% 06.880.000 .120.000
23 0 640.000 92.800 74,67% 25,33% 07.520.000 .480.000
24 0 640.000 86.400 75,11% 24,89% 08.160.000 .840.000
25 0 640.000 80.000 75,56% 24,44% 08.800.000 .200.000
26 0 640.000 73.600 76,00% 24,00% 09.440.000 .560.000
27 0 640.000 67.200 76,44% 23,56% 10.080.000 .920.000
28 0 640.000 60.800 76,89% 23,11% 10.720.000 .280.000
29 0 640.000 54.400 77,33% 22,67% 11.360.000 .640.000
30 0 640.000 48.000 77,78% 22,22% 12.000.000 .000.000
31 0 640.000 41.600 78,22% 21,78% 12.640.000 .360.000
32 0 35.200 2 13.280.000 .720.000
1133 780.80588.800 640.000 1.41.228.800 79,11% 20,89% 9113.920.000 4930.080.000
1134 774.40582.400 640.000 1.41.222.400 79,56% 20,44% 9114.560.000 4829.440.000
1135 768.00576.000 640.000 1.41.216.000 80,00% 20,00% 9115.200.000 4828.800.000
1136 761.60569.600 640.000 1.41.209.600 80,44% 19,56% 9115.840.000 4728.160.000
1137 755.20563.200 640.000 1.31.203.200 80,89% 19,11% 9116.480.000 4627.520.000
1138 748.80556.800 640.000 1.31.196.800 81,33% 18,67% 9117.120.000 4626.880.000
1139 742.40550.400 640.000 1.31.190.400 81,78% 18,22% 9117.760.000 4526.240.000
1140 736.00544.000 640.000 1.31.184.000 82,22% 17,78% 9118.400.000 4425.600.000
1141 729.60537.600 640.000 1.31.177.600 82,67% 17,33% 9119.040.000 4424.960.000
1142 723.20531.200 640.000 1.31.171.200 83,11% 16,89% 1119.680.000 4324.320.000
1143 716.80524.800 640.000 1.31.164.800 83,56% 16,44% 1120.320.000 4223.680.000
1144 710.40518.400 640.000 1.31.158.400 84,00% 16,00% 1120.960.000 4223.040.000
1145 704.00512.000 640.000 1.31.152.000 84,44% 15,56% 1121.600.000 4122.400.000
1146 697.60505.600 640.000 1.31.145.600 84,89% 15,11% 1122.240.000 4021.760.000
1147 691.20499.200 640.000 1.31.139.200 85,33% 14,67% 1122.880.000 4021.120.000
1148 684.80492.800 640.000 1.31.132.800 85,78% 14,22% 1123.520.000 3920.480.000
1149 678.40486.400 640.000 1.31.126.400 86,22% 13,78% 1124.160.000 3919.840.000
1150 672.00480.000 640.000 1.31.120.000 86,67% 13,33% 1124.800.000 3819.200.000
1151 665.60473.600 640.000 1.31.113.600 87,11% 12,89% 1125.440.000 3718.560.000
1152 659.20467.200 640.000 1.21.107.200 87,56% 12,44% 1126.080.000 3717.920.000
1153 652.80460.800 640.000 1.21.100.800 88,00% 12,00% 1126.720.000 3617.280.000
1154 646.40454.400 640.000 1.21.094.400 88,44% 11,56% 1127.360.000 3516.640.000
1155 640.00448.000 640.000 1.21.088.000 88,89% 11,11% 1128.000.000 3516.000.000
1156 633.60441.600 640.000 1.21.081.600 89,33% 10,67% 1128.640.000 3415.360.000
1157 627.20435.200 640.000 1.21.075.200 89,78% 10,22% 1129.280.000 3314.720.000
1158 620.80428.800 640.000 1.21.068.800 90,22% 9,78% 1129.920.000 3314.080.000
1159 614.40422.400 640.000 1.21.062.400 90,67% 9,33% 1130.560.000 3213.440.000
1160 608.00416.000 640.000 1.21.056.000 91,11% 8,89% 1131.200.000 3212.800.000
1161 601.60409.600 640.000 1.21.049.600 91,56% 8,44% 1131.840.000 3112.160.000
1 595.20 640.000 1.2 78,67%92,00% 1,33% 8,00% 1 30

16
162 403.200 1.043.200 132.480.000 11.520.000
163 396.800 640.000 1.036.800 92,44% 7,56% 133.120.000 10.880.000
164 390.400 640.000 1.030.400 92,89% 7,11% 133.760.000 10.240.000
165 384.000 640.000 1.024.000 93,33% 6,67% 134.400.000 9.600.000
166 377.600 640.000 1.017.600 93,78% 6,22% 135.040.000 8.960.000
167 371.200 640.000 1.011.200 94,22% 5,78% 135.680.000 8.320.000
168 364.800 640.000 1.004.800 94,67% 5,33% 136.320.000 7.680.000
169 358.400 640.000 998.400 95,11% 4,89% 136.960.000 7.040.000
170 352.000 640.000 992.000 95,56% 4,44% 137.600.000 6.400.000
171 345.600 640.000 985.600 96,00% 4,00% 138.240.000 5.760.000
172 339.200 640.000 979.200 96,44% 3,56% 138.880.000 5.120.000
173 332.800 640.000 972.800 96,89% 3,11% 139.520.000 4.480.000
174 326.400 640.000 966.400 97,33% 2,67% 140.160.000 3.840.000
175 320.000 640.000 960.000 97,78% 2,22% 140.800.000 3.200.000
176 313.600 640.000 953.600 98,22% 1,78% 141.440.000 2.560.000
177 307.200 640.000 947.200 98,67% 1,33% 142.080.000 1.920.000
178 300.800 640.000 940.800 99,11% 0,89% 142.720.000 1.280.000
179 294.400 640.000 934.400 99,56% 0,44% 143.360.000 640.000
180 288.000 640.000 928.000 100,00% 0,00% 144.000.000 -
154.950.400

17
PENJELASAN RUMUS AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH
1. Porsi Awal Nasabah adalah DP yang dibayar oleh nasabah. Jumlah uang yang disertakan nasabah dalam kerjasama pembelian aset. Penyertaan dana nasabah dalam pembelian aset tersebut diharapkan oleh bank syariah sebesar 20% dari total harga aset. Dana nasabah merupakan besaran kepemilikan nasabah terhadap aset tersebut. Jumlahnya = Rp. 28.800.000,-
2. Porsi Awal Bank Syariah adalah jumlah uang yang disertakan bank syariah dalam kerjasama pembelian aset. Dana tersebut merupakan besaran pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada nasabah. Besaran dana bank syariah merupakan porsi kepemilikan bank syariah atas aset. 80% yang dibayar kepada developer. Jumlahnya = Rp. 115.200.000,-
3. Harga Jual Rusun dari Developer (Rp 144.000.000) adalah total harga aset dari developer yang menjadi obyek kerjasama pembelian antara bank syariah dan nasabah. Harga ini tidak ada kenaikan harga dari bank syariah ke nasabah.
4. Rate Margin Sewa (15%) adalah besaran persentase sewa atas aset yang dimiliki bank syariah yang menjadi keuntungan bagi bank syariah dalam pembiayaan kepada nasabah. Dalam teori yang sebenarnya, sewa merupakan harga sewa pasar. Sementara bank syariah menginginkan sewa adalah rate margin yang dapat mengcover biaya-biaya dan risiko-risiko yang timbul akibat dari pembiayaan. Disamping itu, di dalam bank syariah perlu mengcover cost of fund dari bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK)
5. Harga Sewa/Angsuran Sewa (Rp 1.440.000) adalah cicilan sewa yang dibayar oleh nasabah dari nilai kepemilikan bank syariah atas aset. Besaran sewa dihitung dari Rp 115.200.000,- dikali 15% (rate margin sewa) dibagi 12 (bulan) dikalikan 180 (bulan) dibagi 180 (bulan). Harga sewa akan terus menurun setiap bulan sesuai dengan penambahan porsi kepemilikan nasabah.
6. Angsuran pokok adalah cicilan yang dibayar oleh nasabah dari nilai yang dibayar oleh bank syariah sebesar Rp 115.200.000,-. Besaran cicilan berasal dari Rp 115.200.000,- dibagi 180 bulan sama dengan Rp. 640.000,-. Nilai ini bersifat tetap selama 180 bulan.
7. Angsuran per bulan adalah besaran angsuran yang harus dibayar nasabah setiap bulan. Ini merupakan penjumlahan dari harga sewa yang harus dibayar per bulan ditambah dengan angsuran pokok yang wajib dipenuhi oleh nasabah setiap bulan. Misal, sewa sebesar Rp 1.440.000, sedangkan angsuran pokok sebesar Rp 640.000, maka angsuran per bulan adalah (Rp 1.440.000 + Rp 640.000 = Rp 2.080.000). Jadi, angsuran per bulan adalah Rp 2.080.000,-.
8. Rasio Kepemilikan Nasabah Bulan Pertama adalah besarnya modal nasabah yang dibayarkan dibagi dengan harga barang. (Rp

18
28.800.000/Rp 144.000.000 = 20%). Jadi rasio awal kepemilikan nasabah adalah sebesar 20%. Rasio kepemilikan nasabah akan bertambah setiap bulannya sesuai dengan penambahan angsuran pokok.
9. Rasio Kepemilikan Nasabah Bulan ke-2 adalah besarnya modal nasabah yang dibayarkan, ditambah dengan angsuran pokok per bulan yang dibayarkan, dan ditambah dengan porsi sewa nasabah, kemudian dibagi dengan harga barang. Misal, besarnya kontribusi nasabah sebesar Rp 5.400.000, angsuran pokok Rp 810.372, porsi sewa nasabah adalah 4 persen, sementara harga barang adalah sebesar Rp 144.000.000, maka (Rp 5.400.000 + Rp 810.372 + 4% / Rp 144.000.000 = 5%). 5% adalah porsi kepemilikan nasabah di bulan ke-2. Dibulan ke-3 dan seterusnya mengikuti pola tersebut.
10. Jangka Waktu Pembiayaan merupakan jangka waktu kerjasama dalam pembiayaan yang telah disepakati bersama.

***
19



IJARAH
(Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah)
1. Pendahuluan
Bank Syari’ah dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya dalam
melayani produk pembiayaan, mayoritas masih terfokus pada produkproduk
murabahah (prinsip jual beli). Pembiayaan ijarah memiliki
kesamaan dengan pembiayaan murabahah karena termasuk dalam
katagori natural certainty contracts dan pada dasarnya adalah kontrak jual
beli.
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek
transaksi yang diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang
menjadi objek transaksi adalah barang, seperti tanah, rumah, mobil dan
sebagainya, sedangkan dalam pembiayan ijarah, objek transaksinya adalah
jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas tenaga kerja, sehingga
dengan skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah lainnya
dapat melayani nasabah yang membutuhkan jasa.
Bentuk pembiayaan ijarah merupakan salah satu teknik
pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset
terpenuhi dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus
mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut.
Secara umum timbulnya ijarah disebabkan oleh adanya kebutuhan
akan barang atau manfaat barang oleh nasabah yang tidak memiliki
kemampuan keuangan.
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
3
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna),
bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip
ijarah sama saja dengan prinsip jual beli tapi perbedaannya terletak pada
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang,
sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang dan jasa.
2. Pengertian Ijarah
Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan, yaitu akad yang dilakukan
atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa1.
Menurut Sayyid Sabiq, Ijarah adalah suatu jenis akad yang
mengambil manfaat dengan jalan penggantian2.
Dengan demikian pada hakikatnya ijarah adalah penjualan
manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah
yang dibayarkan disebut ujrah.
1 Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yari’ah, Kaki Langit,
Bandung , 2004, hal. 246.
2 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Jilid 3, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut, 1983, hal. 177.
3 Ascarya, Akad dan Produk Syari’ah, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2007, hal.99.
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
4
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu
kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip
dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa
(lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut
mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa
perbankan syari’ah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai
bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syari’ah
3. Dasar Ijarah
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong
menolong mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan Hadits.
Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khlaifah Umar bin Khathab
yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner
dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di
wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai langkah alternatif adalah
membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan jizyah.
Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah 4:
a. Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32
        •  
         
      
4 Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syari’ah, 2001
DSN,MUI,BI, hal.54
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
5
Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagaian yang lain beberapa derajat,
agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagaian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa
yang mereka kumpulkan .
b. Al-Qur’an surat al-Baqarah : 233 :
          •
   •   •    
Artinya : Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.
c. Al-Qur’an surat al-Qashash : 26 :
         

Artinya : Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Hai ayahku!
Ambilah ia sebagai orang yang bekerja pada (kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.
c. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad
saw. Bersabada :
Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.
d. Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah
upahnya.
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
6
e. Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi
Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil
pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan
hal tersebut dan memerintahkan agar kami
menyewakannya dengan emas atau perak.
f. Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad
saw. Bersabada :
Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin,
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
g. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.
h. Kaidah fiqh
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalilyang mengharamkannya.
i. Kaidah fiqh
Artinya : Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus
didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.
4. Rukun dan Syarat Ijarah
1. Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah5 :
a. Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa), adalah pihak yang
menyewa aset dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik
yang menyewakan aset.
5 Ascarya, op.cit, hal. 99
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
7
b. Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga
sewa).
c. Sighat yaitu ijab dan qabul.
2. Syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum
Islam, sebagai berikut :
a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan
tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah
pihak.
b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung
jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat
memberi manfaat kepada penyewa.
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti
memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak
dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.
d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang
ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila aset
akan dijual harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSNMUI/
IV2000 tanggal 13 April 2000 Tentang Pembiayan Ijarah ditetapkan6
:
1. Rukun dan Syarat Ijarah :
a. Pernyataan ijab dan qabul.
b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak) : terdiri atas pemberi sewa
(lessor, pemilik aset, Lembaga Keuangan Syariah) dan penyewa
6 Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, op.cit, hal.55
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
8
(Lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset,
nasabah).
c. Objek kontrak : pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan
aset.
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak
yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai
ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
e. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak
yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang
equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset (lembaga
keuangan syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa
(nasabah).
2. Ketentuan Objek Ijarah :
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidak tahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
9
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
lembaga keuangan syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu
yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan
sewa dalam ijarah.
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan obyek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
3. Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Nasabah dalam
Pembiayaan Ijarah :
- Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemberi sewa :
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c. Penjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
- Kewajiban nasabah sebagai penyewa :
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai
dengan kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan
(materiil)
Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dan
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak
penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas
kerusakan tersebut.
5. Ijarah Muntahia Bi al-Tamlik
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
10
Al-Ba’i wa al-ijarah muntahia bi al-tamlik merupakan
rangkaian dua buah akad, yakni akad al-ba’i dan akad al-ijarah muntahia
bi al-tamlik. Al-ba’i merupakan akad jual beli, sedangkan al-ijarah
muntahia bi al-tamlik merupakan kombinasi sewa menyewa (ijarah) dan
jual beli atau hibah di akhir masa sewa7.
Ijarah muntahia bi al-tamlik adalah transaksi sewa dengan
perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode
sehingga transaksi ini diakhiri dengan kepemilikan objek sewa8.
Dalam ijarah muntahia bi al-tamlik, pemindahan hak milik
barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewaakan tersebut pada akhir masa sewa.
Adapun bentuk alih kepemilikan ijarah muntahia bi al-tamlik
antara lain :
a. Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset
dihibahkan kepada penyewa.
b. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode
sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat
itu.
c. Harga ekuivalent dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam
periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
7 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2004, hal.149
8 Ascarya, op.cit, hal.103
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
11
d. Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan
bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.
6. Ijarah dan Leasing
Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa
terjadi pemindahan kepemilikan, sehingga banyak yang menyamakan
ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah itu sama-sama
mengacu hal ihwal sewa menyewa. Akan tetapi walaupun ada persamaan
antara ijarah dengan leasing, terdapat beberapa karakteristik yang
membedakannya, antara lain :
a. Objek
Objek yang disewakan dalam leasing hanya berlaku untuk sewa
menyewa barang saja, terbatas pada manfaat barang saja, tidak berlaku
untuk manfaat tenaga kerja. Sedangkan objek yang disewakan dalam
ijarah bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan
untuk mendapatkan manfaat barang disebut sewa menyewa dan untuk
mendapatkan manfaat tenaga kerja/jasa disebut upah mengupah. Objek
yang disewakan dalam ijarah adalah manfaat barang dan manfaat tenaga
kerja.
Dengan demikian, bila dilihat dari segi objeknya, ijarah mempunyai
cakupan yang lebiah luas daripada leasing.
b. Metode Pembayaran
Dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode
pembayaran yaitu yang bersifat not contingent to formance artinya
pembayaran tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa.
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
12
Pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent
to formance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada
kinerja objek yang disewa (not contingent to formance). Ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut
ijarah, gaji, sewa. Sedangkan ijarah yang pembayarannya tidak
tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut jualah atau success
fee9.
c. Pemindahan Kepemilikan (Transfer of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan dalam leassing dikenal dua jenis
yaitu operating lease dimana tidak terjadi pemindahan kepemilikan
baik di awal maupun di akhir periode sewa dan financial lease.
Ijarah sama seperti operating lease yakni tidak ada transfer of title
baik di awal maupun di akhir periode, namun pada akhir sewa dapat
dijual barang yang disewakan kepada nasabah yang dalam perbankan
syariah dikenal dengan ijarah muntahia bi al-tamlik. Harga sewa dan
harga jual disepakati pada awal perjanjian.
7. Penutup
Prinsip pokok (standar) minimal pembiayaan ijarah yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut :
a. Dalam akad ijarah, fisik dari komoditas yang disewakan tetap dalam
kepemilikan yang menyewakan dan hanya manfaatnya yang dialihkan
kepada penyewa. Sesuatu yang tidak dapat digunakan tanpa
mengkonsumsinya tidak dapat disewakan, seperti uang, makanan,
9 Adiwarman A. Karim, op.cit,hal.141
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
13
bahan bakar dan sebagainya. Hanya aset-aset yang dimiliki oleh yang
menyewakan dapat disewakan, kecuali diperbolehkan sub-lease
(menyewakan kembali aset objek sewa yang disewa) dalam perjanjian
yang dizinkan oleh yang menyewakan.
b. Sampai waktu ketika aset objek sewa dikirim kepada penyewa, biaya
sewa belum bisa digunakan.
c. Selama periode sewa, yang menyewakan harus tetap menguasai objek
sewa dan menanggung semua resiko dan hasil dari kepemilikan.
Namun demikian, jika terjadi kerusakan atau kehilangan aset objek
sewa karena kesalahan atau kelalaian penyewa, konsekwensinya
ditanggung oleh penyewa.
d. Asuransi/Takaful dari objek sewa harus atas nama orang yang
menyewakan dan biaya asuransi juga ditanggung oleh yang
menyewakan.
e. Sewa dapat diakhiri sebelum waktunya, tetapi hanya dengan
persetujuan kedua belah pihak.
f. Masing-masing pihak yang membuat janji untuk membeli/menjual aset
objek sewa dengan berakhirnya jangka waktu sewa atau lebih awal
dengan harga dan ketentuan yang disepakati bersama dengan catatan
bahwa perjanjian sewa tidak mensyaratkan penjualan.
g. Besarnya biaya sewa harus disepakati di awal dalam bentuk yang jelas,
baik untuk masa sewa penuh atau untuk periode tertentu dalam bentuk
absolut.
h. Penetapan biaya sewa saja tidak dibolehkan kecuali pada nilai par.
Ijarah – Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syari’ah (Drs. Tatang Sutardi)
14
i. Kontrak sewa dapat dianggap berakhir jika aset objek sewa tidak lagi
memberikan manfaatnya.
j. Denda dapat disepakati ab intio dalam perjanjian sewa untuk
keterlambatan pembayaran biaya sewa oleh penyewa.
Apabila terjadi transaksi penjualan dan penyewaan kembali
dilakukan secara ijarah berdasarkan nilai pasar yang wajar, perbedaan
tersebut harus dialokasikan selama masa ijarah.
Apabila transaksi penjualan dalam penyewaan kembali yang
menimbulkan ijarah wa iqtina yang berarti menyewa dan setelah itu
diakuisi oleh penyewa, maka bank harus mengalokasikan keuntungan atau
kerugian yang timbul dari penjualan aset kepada nasabah dan
menyewakan kembali selama jangka waktu sewa.

Akad Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik atau
dikenal dalam istilah ekonomi sebagai financing
hire‐purchase adalah sebuah kajian fikih yang
jarang dibahas secara kajian fiqih.Syaikh Al
Musyaiqih membahasnya dalam pembahasan
singkat namun padat dalam dua bagian.Artikel
yang and abaca sekarang adalah bagian
pertama dari dua tulisan
[Zaid bin Tsabit Center]
[www.direktori‐islam.com]
[Penerjemah :Eko Mas Uri]
[Juli 2009]
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 2
1.DEFINISI
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa
menyewa yang berakhir dengan kepemilikan ada adalah sebuah istilah modern yang tidak
terdapat dikalangan fuqaha terdahulu.
Definisinya: Istilah ini tersusun dari dua kata;
a. at-ta'jiir / al-ijaaroh (sewa)
b. at-tamliik (kepemilikan)
Kita akan mendefinisikan dua kata tersebut, setelah itu kita akan definisikan akad ini secara
keseluruhannya.
Pertama: at-ta'jiir menurut bahasa; diambil dari kata al-ajr ,yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan,
dan juga dimaksudkan dengan pahala.Adapun al-ijaaroh: nama untuk upah, yaitu suatu yang
diberikan berupa upah terhadap pekerjaan
Sedangkan al-ijaaroh dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang mendatangkan manfaat
yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang ditentukan ataupun yang disifati dalam sebuah
tanggungan, atau akad terhadap pekerjaan yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo
waktu yang jelas.
Kita simpulkan bahwa al-ijaaroh atau akad sewa terbagi menjadi dua:
1. sewa barang
2. sewa pekerjaan
Kedua: at-tamliik secara bahasa bermakna: menjadikan orang lain memiliki sesuatu.Adapun
menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa.
Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa
dengan ganti atau tidak.
􀀹 Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli.
􀀹 Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan.
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 3
􀀹 Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian.
􀀹 Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut
pinjaman.
Ketiga: definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik” (persewaan yang berujung kepada
kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah; kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa
barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian
kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas.
􀂾 Ungkapan mereka: kepemilikan suatu manfaat (jasa), inilah ijaaroh/sewa menyewa.
􀂾 Ungkapan mereka: diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang, ini
adalah jual beli.
Maka ini yang disebut persewaan yang berujung kepada kepemilikan (al ijarah al muntahia bit
tamlik)
2.PERKEMBANGAN Al IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK
Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di Inggris, dan yang memulai bertransaksi
dengan akad ini adalah seorang pedagang alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat
musiknya yang diikuti dengan memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya
jaminan haknya itu.
Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke pabrik-pabrik, dan yang
pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia alat-alat jahit di inggris.Selanjutnya
berkembang, dan tersebar akad ini dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli
barang-barang yang sudah jadi, lalu menyewakannya Kemudian setelah itu tersebar akad
semacam ini dan pindah ke Negara-negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953
masehi.Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus tersebar dan
pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah.
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 4
3.SEBAGIAN PERMASALAHAN FIKIH MENGENAI AKAD INI
Sebelum masuk ke akad sewa yang berakhir kepada kepemilikan, harus ada pembahasan
sebagian permasalahan fiqh yang dibangun atasnya akad ini.
Karena orang –orang yang melarang akad ini -sebagaimana akan kita sebutkan pada bagianbagian
akad ini - secara muthlak mengatakan: bahwa ia merupakan persyaratan sebuah akad di
dalam suatu akad, dan ini tidak diperbolehkan menurut jumhur/kebanyakan ahli ilmu.
􀀹 Mereka mengatakan pula: ia mengandung keterkaitan akad jual beli dengan syarat yang
akan datang, dan ini tidak boleh.
􀀹 Perkataan mereka: mengkaitkan hibah, adalah tidak boleh .
􀀹 Mereka berkata: ini dilandasi di atas janji dan konsekwensinya. Sedangkan janji tidak
mesti wajib menurut jumhur
Maka permasalahan seperti ini, kita mengisyaratkan kepada perkataan para ulama di dalamnya
secara global, lantaran sebagaimana telah terdahulu akad ini –akad sewa yang berakhir kepada
kepemilikan- dibangun di atas permasalahan-permasalahan ini, Jikalau kita mengetahui hukum
seputar permasalahan-permasalahan ini akan terang bagi kita jawaban orang yang melarang akad
semacam ini secara mutlak dengan seluruh macam dan gambarannya.
Dan akan datang kepada kita, bahwa akad ini mempunyai tiga jenis:
1. Jenis yang diharamkan
2. Jenis yang dibolehkan
3. Jenis yang diberikan pedoman-pedomannya oleh para ulama
Mereka yang melarang keseluruhan jenis ini dan gambaran-gambaran akad sewa yang berujung
kepada kepemilikan semua, berpegang pada permasalahan-permasalahan fiqh yang telah
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 5
disebutkan, dan kita akan mengupas permasalahan ini secara global sebelum menyebutkan akad
sewa yang berakhir kepada kepemilikan.
3.1 Syarat manfaat/jasa
Telah berlalu bagi kita tentang kaidah-kaidah bahwa asal syarat-syarat dalam akad jual beli
adalah sah, dalillnya firman Allah 'Azza wa jalla:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu" (QS. Al-Maidah:1)
Pemenuhan terhadap akad mencakup pemenuhan dengan pokok dan sifatnya, termasuk sifat akad
adalah syarat yang ada di dalamnya, Dan juga dalam hadits Abi Hurairoh radhiallahu ‘anhu,
Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda;
" Kaum muslimin tergantung pada syarat-syarat mereka"
Pengertian syarat dalam jual beli : syarat dalam akad jual beli adalah apa yang disyaratkan oleh
salah seorang dari dua pihak dengan mendapatkan maslahat di dalamnya.
Tempatnya: telah terdahulu penyebutannya bahwa tempat syarat-syarat ini sah dilakukan
sebelum akad (transaksi), dan sah pula jika ketika pas akad, juga sah dilakukan pada waktu dua
khiyar (bebas memilih), waktu khiyar syarat dan saat khiyar majlis (tempat akad)
Pembagian syarat-syarat dalam akad: syarat-syarat dalam jual beli terbagi menjadi empat
macam.
Pertama: Syarat yang mengharuskan adanya akad. Ini adalah sah berdasarkan ijma'
(kesepakatan), oleh karena itu tidak menyebutkannya dalam kitab-kitab ringkasan mereka, dan
hanya menyebutkannya di kitab-kitab besar, dan penyebutan syarat ini hanya berupa penjelasan
dan penegasan.
Contohnya; Persyaratan agar harga dibayar tunai, maka jikalau penjual berkata: 'Saya menjual
rumah ini kepada anda dengan syarat dibayar tunai' Maka syarat semacam ini tidak perlu,
karena konsekwensi dari akad adalah harga dibayar langsung dan bukan ditunda, jika ingin
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 6
ditunda pembayarannya maka bagi penjual berhak mensyaratkan agar tidak ditunda
pembayarannya.
Begitu pula sang pembeli jika mengatakan; "Saya beli mobil dengan syarat saya ambil langsung
sekarang" Ini juga termasuk syarat yang berkonsekwensi terjadinya akad. Lantaran pada asalnya
seorang pembeli bisa langsung memilikinya saat itu juga, adapun jika ingin mengakhirkannya
maka boleh ia mensyaratkannya.
Kedua : Syarat maslahat, sama saja apakah maslahat itu kembali kepada akadnya atau salah
seorang dari dua pihak yang bertransaksi, syarat ini juga sah dengan kesepakatan para
imam/ulama.
Contohnya: Syarat dalam gadai, jaminan atau tanggungan, keseluruhan syaratnya sah,
sebagaimana jika seandainya sang pembeli berkata: "Saya mensyaratkan agar harga dibayar
belakangan', lantas sang penjual mengatakan; “Saya mensyaratkan agar anda memberikanku
barang jaminan (gadai)"
Ketiga: Syarat sifat/kriteria dalam barang dagangan atau harga, ini juga sah dengan kesepakatan
para imam. Maka jika ia berkata: "Saya beli mobil dengan syarat kecepatan laju mobilnya begini
dan begini, dan modifnya seperti ini dan ini, kekuatan mesinnya segini dan segini”. Ini
merupakan syarat sifat/kriteria yang dibolehkan meskipun mensyaratkan dengan seratus syarat.
Kesemua syarat ini sah dan para imam bersepakat atas hal itu.
Keempat: Syarat manfaat/jasa, inilah yang diperselisihkan oleh para ulama, contohnya; dia
mengatakan; "Saya jual mobil ini kepada anda dengan syarat saya menggunakannya untuk waktu
satu atau dua hari, atau manfaat itu berlaku untuk sang penjual. Lalu pembeli berkata: "Saya beli
dari anda mobil dengan syarat anda mencucinya atau memperbaiki yang rusak yang ditemukan
di dalamnya"
Hukumnya: Para ulama berselisih di dalamnya;
1. Madzhab yang paling keras dalam masalah ini adalah madzhab syafi'iyah: mereka tidak
memperbolehkan ada syarat
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 7
2. Madzhab Hanbali, tidak memperbolehkan melainkan dengan satu syarat saja, yakni sah jika
mensyaratkan satu syarat saja, sama saja syaratnya pada barang dagangan atau pada penjualnya,
dan tidak boleh terkumpul dua syarat.
Dalil mereka; karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda; "Tidak halal salaf (jual beli
dengan tempo waktu tertentu) dan jual beli, tidak pula dua syarat dalam sebuah jual beli"
Mereka berkata; "Menggabungkan dua syarat dari syarat-syarat yang mendatangkan manfaat
tidak boleh"
3. Madzhab Malikiyah berkata: boleh mensyaratkan dengan syarat yang mudah/sedikit, jika
banyak tidak boleh.
4. Madzhab Hanafiyah; Jika berlangsung interaksi manusia (adat kebiasaan) dengannya maka
diperbolehkan, bila tidak, maka tidak diperbolehkan.
5. Dan pendapat ulama yang paling longgar adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul
Qayyim; merupakan riwayat lain dari madzhab hanbali; bahwasanya syarat-syarat yang
mendatangkan manfaat itu boleh, walaupun lebih dari dua syarat, seperti tiga atau empat syarat.
Tarjih/yang terkuat:
Pendapat inilah yang benar, dimana kita telah sebutkan kaidah bahwa pada asalnya syarat-syarat
dalam jual beli hukumnya boleh, maka kalau ia mengatakan: "Saya beli dari anda sebuah mobil
dengan syarat anda menservisnya, mencucinya serta memeriksanya dan seterusnya, mereka
mengatakan; "Ini boleh dan tidak mengapa, atas dasar kaidah yang telah lalu dan kita telah
sebutkan dalilnya. Dalam hadits Jabir radhiallahu ‘anhu (Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi
wasalam memberikan syarat kepadanya agar menghantarkan onta yang dibeli darinya ke kota
Madinah)
Yang benar bahwa syarat-syarat dalam jual beli keseluruhannya diperbolehkan.
3.2 Persyaratan suatu akad dalam akad
Harus kita pahami dua permasalahan dahulu:
Pertama: Permasalahan persyaratan satu jenis akad dalam satu akad
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 8
Kedua: Menggabungkan dua akad dalam satu transaksi, maka hal ini tidaklah mengapa, yakni
contohnya engkau mengatakan;" Saya jual kepada anda mobil ini dan saya sewakan untuk anda
rumah ini dengan harga seratus ribu riyal. Kini anda menggabungkan jual beli beserta sewa
dengan satu harga. Ini boleh, dibolehkan oleh madzhab hanbali dan maliki, namun ini tidak
termasuk penyewaan yang berujung kepada kepemilikan sebagaimana yang akan datang.
Akad sewa yang berakhir dengan kepemilikan: dua akad berbarengan dalam satu jenis. Disini
terdapat dua akad dalam dua jenis, akan tetapi terkumpul di antara keduanya dalam satu transaksi
jual beli dengan satu harga. Namun di dalam sewa yang berujung kepada kepemilikan yang
dilarang Majma' Fiqh Islami dan Perkumpulan Ulama-ulama Besar di KSA, yaitu dua akad yang
berbarengan dalam satu jenis,yakni akad jual beli dan akad sewa. Akan datang Insya Allah
penjelasan hal itu, bagaimana terdapat akad jual beli? Dan bagaimana terdapat akad sewa?
Sehingga menyebabkan mu'amalah ini tidak diperbolehkan..
Maka, menghimpun dua akad dalam satu transaksi adalah boleh serta tidak mengapa, dan jika
kita ingin memisahkan di antara keduanya, kita membagi harganya.
Akan tetapi mensyaratkan akad dalam akad, menurut madzhab bahwa ini terlarang.
Contohnya: Engkau mengatakan; "Saya jual kepada anda rumah ini dengan syarat anda
menyewakan mobil anda kepadaku, atau saya sewakan kepada anda mobil ini dengan syarat
anda menjual rumah anda kepadaku".
Hukumnya: Sebagaimana madzhab hanbali melarangnya, juga ini merupakan pendapat
kebanyakan ahli ilmu, bahwasanya ia tidaklah sah.
Dalilnya:
1. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam; "Tidak halal salaf (transaksi dengan jangka
waktu) dan jual beli langsung, tidak juga dua syarat dalam satu jual beli".
2. Juga perkataan mereka; "Sesungguhnya ini merupakan dua transaksi dalam satu jual beli
yang telah dilarang Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam"
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim memilih pendapat yang juga merupakan pilihan
As-Sa'di, suatu pendapat madzhab Maliki dan Hanbali,bahwa ini diperbolehkan dan tidak
mengapa, kecuali jika mengandung unsur larangan syari'at.
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 9
Kandungan unsur larangan syari'at sebagaimana bila ia mengatakan; Saya berikan kepada anda
pinjaman dengan syarat anda menjual kepadaku. Maka ini sebagaimana terdahulu termasuk ke
dalam manfaat-manfaat hutang piutang yang diharamkan, dengan cara pemberi hutang
mensyaratkan kepada orang yang berhutang suatu manfaat yang tidak diimbangi dengan selain
hutang. Juga Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam ; "Tidak halal salaf dan jual beli"
Maka ini adalah syarat akad dalam akad yang mengandung unsur larangan syar'I, oleh karena itu
tidak dibolehkan, itu juga mengeluarkan hutang dari pembahasannya,
Yang terkuat:
Pendapat inilah yang benar. Bahwa mensyaratkan akad dalam akad adalah boleh dan tidak
mengapa selama tidak mengandung unsur larangan syar'i.
Kita mengambil dalil atas hal ini dengan apa yang telah disebutkan dari kaidah-kaidah yang
terdahulu: Pada asalnya Mu'amalah-mu'amalah dan syarat-syarat yang terdapat di dalamnya itu
boleh.
Adapun dua syarat yang dilarang Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam atau dua transaksi jual beli
dalam satu jual beli, maka Ibnul Qayyim dan Syaikhul islam membawa keduanya kepada jual
beli 'Inah (riba), lantaran jual beli 'inah mengandung jual beli dalam tempo waktu dan jual beli
langsung, juga mengandung dua syarat; syarat tempo waktu dan syarat langsung.
3.3 Mengkaitkan akad jual beli dengan syarat yang akan datang.
Contohnya; ia berkata: "Saya jual mobil ini kepada anda jika telah masuk bulan ramadhan, atau
yang semisalnya.
Hukumnya: Terdapat perbedaan dalamnya dua pendapat:
A. Jumhur: berpendapat bahwasanya itu tidak diperbolehkan.
Alasannya:Mereka mengatakan: "Ini menyelisihi konsekwensi akad, dimana konsekwensinya
adalah segera (langsung) dan tidak terkait dengan apapun.
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 10
B. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: berpendapat sahnya mengkaitkan akad jual beli dengan syarat
yang akan datang.
Dalilnya:
1. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam di perang mu'tah: "Komandan kalian adalah
Zaid, jika ia terbunuh maka digantikan oleh Ja'far, dan jika terbunuh juga maka
digantikan oleh Abdulllah bin Rawahah"
2. Bahwa pada asalnya; 'Syarat-syarat dalam akad itu sah'
Yang terkuat:
Ringkasnya bahwa mengkaitkan akad jual beli dengan syarat yang akan datang itu boleh dan
tidak mengapa.
3.4 Mengkaitkan akad hibah (pemberian) dengan syarat yang akan datang;
Perbedaan dalam permasalahan ini mirip dengan perbedaan dalam permasalahan sebelumnya.
A. Jumhur: Melarang hal tersebut, maka madzhab Hanafi, Syafi'I dan hanbali melarang hal itu,
sebagai contoh: Jika ia berkata: "Saya berikan mobil ini jika telah masuk bulan ramadhan".
Telah terdahulu, bahwa mereka mengatakan: Pokok dalam masalah akad adalah menjadi
terlaksana
B. pendapat madzhab Maliki; dan yang sependapat dengan ini al-Haritsy dari madzhab Hanbali
dan juga merupakan pilihan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim; bahwa ini boleh
dan tidak mengapa dengannya.
Jika boleh hal itu dalam akad jual beli, maka kebolehannya dalam hibab tentu lebih utama,
lantaran akad-akad berupa sumbangan –sebagaimana telah terdahulu- lebih luas daripada akadakad
timbal balik.
3.5 Hukum Janji dan konsekwensinya:
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 11
Sesungguhnya akad sewa yang berakhir kepada kepemilikan dibangun diatas janji berupa
kepemilikan.
Maka, apakah memenuhi janji itu wajib ataukah tidak?
Para ulama rahimahumullah dalam masalah ini ada lima pendapat, namun kita sebutkan tiga di
antaranya yaitu:
1. Jumhur Ahli Ilmu: Berpendapat bahwa menepati janji tidaklah wajib.
Dalilnya: mereka mengatakan: "Tidak pernah diriwayatkan dari seorang salaf akan
keharusannya". Ibnu Batthal dan lainnya mengatakan: "Secara umum para salaf tidak
menyatakan keharusan memenuhi janji".
2. Sekelompok dari ulama salaf, yang dipilih oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul
Qayyim; bahwasanya memenuhi janji adalah wajib dan tidak boleh menyelisinya, ini juga yang
dikatakan oleh Ishaq bin Rahawaih, Umar bin Abdul Aziz, serta Ibnu Syibrimah dari madzhab
hanbali.
Dalilnya:
)) ﻮُﻘُﻌْﻟﺎِﺑ ْاﻮُﻓْوَأ ْاﻮُﻨَﻣﺁ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡﻳَأ ﺎَﻳ ِد (( ) ةﺪﺋﺎﻤﻟا : 1 .(
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu" (QS. Al-Maidah:1)
)) َنﻮُﻋاَر ْﻢِهِﺪْﻬَﻋَو ْﻢِﻬِﺗﺎَﻧﺎَﻣَﺄِﻟ ْﻢُه َﻦﻳِﺬﱠﻟاَو (( ) نﻮﻨﻣﺆﻤﻟا : 8 (
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
)) َأ ﺎَﻳ َنﻮُﻠَﻌْﻔَﺗ ﺎَﻟ ﺎَﻣ اﻮُﻟﻮُﻘَﺗ نَأ ِﻪﱠﻠﻟا َﺪﻨِﻋ ًﺎﺘْﻘَﻣ َﺮُﺒَآ َنﻮُﻠَﻌْﻔَﺗ ﺎَﻟ ﺎَﻣ َنﻮُﻟﻮُﻘَﺗ َﻢِﻟ اﻮُﻨَﻣَﺁ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡﻳ (( ) ﻒﺼﻟا : 3،2 ( .
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.
Hadits Abi Hurairoh dalam shahihain, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: "Tanda
orang munafiq ada tiga" , di antaranya, ".. dan jika berjanji, ia menyelisihinya"
Juli 2009 [AKAD AL IJARAH AL MUNTAHIYA BIT TAMLIK ]
www
w w w . d i r e k t o r i ‐ i s l a m . c o m Page 12
3. Pendapan Malikiyah: Bahwasanya wajib menepatinya, jika ia memasukkan obyek janji pada
kebinasaan, adapun jika tidak memasukkan obyek janji kedalam kebinasaan, sesungguhnya tidak
wajib atas orang yang berjanji menepatinya.
Dalilnya: mereka berdalil dengan kaidah: tidak ada bahaya dan membahayakan
Yang terkuat:
Yang paling dekat dalam hal ini adalah apa yang dikatakan syaikhul islam Ibnu Taimiyah dan
Ibnul Qayyim berupa wajibnya memenuhi janji.
4.RINGKASAN
Ringkasnya masalah ini adalah; bahwa menepati janji hukumnya wajib, dan bahwa
mensyaratkan akad di dalam akad, mengkaitkan akad jual beli dengan syarat yang akan
datang, mengkaitkan akad hibah dengan syarat yang akan datang, serta syarat-syarat
dalam jual beli keseluruhannya adalah sah.
Dengan ini menjadi jelas bahwa orang yang melarang akad sewa yang berujung kepada
kepemilikan meskipun terdapat kaidah-kaidah sebagian ulama dan peneliti untuk meniadakan
hal-hal yang terlarang secara syar'I dalam akad ini, sesungguhnya bukan suatu yang diarahkan,
yakni: dari menutup pintu seluruhnya dan mengatakan: Bahwasanya mensyaratkan akad di
dalam akad, sedangkan janji tidak wajib dipenuhi, dan didalamnya terdapat keterkaitan akad jual
beli dengan syarat yang akan datang atau mengkaitkan akad hibah dengan syarat yang akan
datang dan seterusnya, bahwasanya ini tidaklah diarahkan.
Maka, menutup pintu atas dasar perbedaan dalam permasalahan-permasalahan ini dan sungguh
sebagian ahli ilmu melarang dari hal itu. Menjadi terang tentang permasalahan-permasalahan ini,
bahwa syarat-syarat kesemuanya adalah sah dan janji wajib dipenuhi, maka ketika itu, menutup
pintu secara menyeluruh adalah tindakan yang tidak

0 komentar:

Posting Komentar

Our Beautifull Memory

Our Beautifull Memory

our Event in STEI TAZKIA

our Event in STEI TAZKIA
on November, 23 rd 2011

About Us

blogger ini di khususkan untuk membahas seputar perkembangan Ekonomi Syariah, dan berbagai info buat rekan-rekan semua khususnya seluruh pengurus dan anggota HiMa EKIS ..
And buat teman-teman yang mau share about perkembangan Ekonomi Syariah bisa langsung comment aja ya ..
Trims ..

Ekonomi Islam

Dinar Emas | Investasi, Proteksi, dan Dakwah

detiknews

Kumpulan Tips Kecantikan

Ekdiencherry

Inspiring Motivation by Reiz

our Lovely campus " Siliwangi University "

Alqur'an Online Here

Any Body Come Here

what time now ???

Free download mp3 lagu indonesia terbaru gratis lirik lagu musik

Cinema Tiga Satu Download Movie Center